JAKARTA — Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman daring terus menunjukkan pertumbuhan positif sepanjang 2025.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, laba industri fintech lending secara agregat telah mencapai Rp 2,09 triliun per Oktober 2025, melampaui pencapaian sepanjang 2024 yang sebesar Rp 1,65 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa pertumbuhan ini menandakan kinerja industri yang terus membaik sejak awal tahun. Ia memproyeksikan, laba fintech lending dapat terus meningkat hingga akhir tahun 2025.
“Industri pindar diproyeksikan dapat terus mencatatkan pertumbuhan laba yang positif pada akhir 2025 dan tahun depan,” ujarnya.
Kinerja Fintech Lending yang Stabil Mendorong Optimisme
Pertumbuhan laba ini sejalan dengan prediksi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Ketua Umum AFPI, Entjik Djafar, menekankan bahwa meski laba tahun ini diperkirakan melampaui capaian 2024, kenaikannya tidak terlalu besar karena adanya beberapa tantangan yang memengaruhi industri.
“Walaupun dapat di atas 2024, kami prediksi kenaikannya tidak terlalu besar,” jelas Entjik kepada Kontan.
Salah satu tantangan yang dihadapi industri adalah meningkatnya kasus gagal bayar, yang berpotensi menurunkan tingkat pendanaan dari investor dan lender. Selain itu, adanya pengawasan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait kesepakatan bunga turut menjadi perhatian. Faktor-faktor ini berdampak pada kepercayaan investor dan lender, sehingga dapat memengaruhi penyaluran dana kepada borrower serta keuntungan perusahaan.
Peran Strategis Fintech Lending dalam Ekosistem Pembiayaan Digital
Pertumbuhan laba fintech lending menegaskan peran penting industri ini dalam ekosistem pembiayaan digital Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi, fintech lending menjadi alternatif pendanaan bagi masyarakat yang nonbankable, menyediakan akses kredit yang lebih cepat dan efisien dibandingkan lembaga keuangan tradisional.
Agusman menekankan bahwa kinerja industri yang positif ini menunjukkan bahwa fintech lending semakin dipercaya oleh masyarakat dan investor. Pertumbuhan laba mencerminkan peningkatan penyaluran dana, kualitas manajemen risiko yang membaik, serta adopsi teknologi yang mendukung transaksi lebih aman dan transparan.
Kesiapan Industri Menghadapi Tantangan dan Risiko
Meski kinerja laba menunjukkan tren positif, industri fintech lending tetap menghadapi sejumlah risiko yang perlu dikelola secara hati-hati. Risiko gagal bayar, perubahan regulasi, dan tekanan persaingan menjadi faktor utama yang memengaruhi profitabilitas.
Untuk itu, OJK terus mengawasi industri agar pengelolaan risiko dilakukan secara profesional, termasuk penerapan sistem monitoring portofolio, evaluasi risiko lender, serta edukasi bagi masyarakat terkait kewaspadaan dalam memanfaatkan layanan fintech lending.
“Pengawasan dan tata kelola yang baik menjadi kunci agar industri fintech lending dapat bertumbuh secara berkelanjutan,” kata Agusman.
Dukungan Asuransi Kredit dan Mitigasi Risiko
Sejalan dengan upaya mitigasi risiko, industri juga mendapatkan dukungan dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Beberapa perusahaan asuransi telah membentuk konsorsium untuk menyediakan asuransi kredit khusus fintech lending. Inisiatif ini memberikan perlindungan terhadap risiko gagal bayar dan memperkuat kepercayaan lender institusi terhadap industri.
Budi Herawan, Ketua Umum AAUI, menjelaskan, “Sejauh ini ada lima perusahaan asuransi umum yang sudah bergabung dalam konsorsium asuransi kredit untuk P2P lending. Hal ini menjadi langkah awal penting untuk memperkuat tata kelola dan manajemen risiko di ekosistem pembiayaan digital.”
Prospek Industri Fintech Lending ke Depan
Dengan dukungan regulasi, pengawasan OJK, serta inisiatif perlindungan risiko dari industri asuransi, prospek fintech lending ke depan tetap optimistis. Laba yang telah melampaui capaian tahun lalu menjadi indikator bahwa sektor ini mampu bertumbuh meski menghadapi tantangan.
Industri fintech lending diproyeksikan terus meningkatkan penyaluran dana, memperluas basis lender dan borrower, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital. Pertumbuhan laba di tahun ini sekaligus menegaskan bahwa fintech lending dapat menjadi salah satu pilar utama dalam sistem keuangan inklusif di Indonesia.
Secara keseluruhan, industri fintech lending menunjukkan performa positif dengan laba Rp 2,09 triliun per Oktober 2025. Pertumbuhan ini mencerminkan peningkatan kepercayaan investor, adopsi teknologi yang efisien, serta kesadaran industri terhadap pentingnya pengelolaan risiko. Meski tantangan tetap ada, langkah-langkah mitigasi, termasuk dukungan asuransi kredit dan pengawasan OJK, memberikan fondasi yang kuat bagi perkembangan industri fintech lending secara berkelanjutan.