IHSG Menguat Signifikan: Sentimen Suku Bunga Turun dan Optimisme Pasar Bursa

Kamis, 16 Januari 2025 | 17:47:10 WIB
IHSG Menguat Signifikan: Sentimen Suku Bunga Turun dan Optimisme Pasar Bursa

Jakarta - Pada Rabu, 15 Januari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan yang cukup signifikan, meroket hingga 1,77% ke level 7.079. Kenaikan ini sekaligus menandai pencapaian terbaru dalam tren positif pasar saham Indonesia, dengan memanfaatkan sentimen pasar yang diliputi optimisme. Salah satu pendorong utama penguatan IHSG adalah keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan dari 6% menjadi 5,75%.

Pengamat pasar modal sekaligus Founder dari Stocknow.id, Hendra Wardana, menjelaskan bahwa kebijakan moneter BI tersebut memberikan harapan baru bagi pasar, khususnya sektor perbankan. "Kebijakan ini memberikan harapan baru bagi pasar, terutama sektor perbankan, yang menjadi pendorong utama kenaikan IHSG," ujarnya dalam sesi wawancara yang berlangsung pada Kamis, 16 Januari 2025.

Kenaikan suku bunga ini tidak hanya mendorong sektor perbankan tetapi juga memicu kenaikan harga saham beberapa emiten unggulan di Bursa Efek Indonesia. Saham seperti Bank Central Asia (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI) masing-masing mengalami peningkatan tajam, naik sebesar 2,89%, 6,48%, 7,63%, dan 6,78%. Hal ini mencerminkan respon positif dari investor terhadap langkah-langkah BI yang bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan daya beli masyarakat.

Namun, meski ada sentimen positif dari penurunan suku bunga, IHSG masih harus menghadapi tantangan dari ketidakpastian global. Faktor eksternal seperti kebijakan ekonomi di bawah Trumponomic dan potensi langkah-langkah dari The Federal Reserve (The Fed) menjadi sorotan utama. Pengaruh ini dapat membatasi pergerakan rally IHSG dalam jangka panjang.

Meski begitu, Hendra Wardana optimistis terhadap likuiditas yang lebih longgar. "Meskipun begitu, likuiditas yang longgar diharapkan dapat mempertahankan momentum positif, setidaknya dalam waktu dekat, dengan IHSG diperkirakan akan menguji resistance di 7.197 dan support di 7.014 dalam perdagangan mendatang," imbuhnya.

Untuk keseluruhan bulan Januari 2025, IHSG diproyeksikan bergerak dalam rentang 7.140 hingga 7.263, dengan potensi menembus level 7.300 jika sentimen positif domestik terus mendominasi. Proyeksi ini didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat serta kebijakan pro-pasar yang diharapkan mampu mendorong penguatan lebih lanjut IHSG di tengah tantangan global yang ada.

Beberapa saham yang direkomendasikan untuk dikoleksi adalah BBRI dengan target harga 4.240, BMRI di 6.000, ESSA di 940, dan SCMA di 199. Hendra menambahkan, "Investor disarankan tetap waspada terhadap perkembangan global yang dapat mempengaruhi pasar, seperti kebijakan The Fed dan data ekonomi AS, untuk mengoptimalkan portofolio mereka di tengah momentum positif ini."

Data perdagangan pekan ini menunjukkan IHSG mencapai level tertinggi di 7.084,56 dan level terendah di 6.977,77. Sebanyak 330 saham tercatat mengalami penguatan, sementara saham yang melemah berjumlah 264 dan 211 saham lainnya stagnan. Total frekuensi perdagangan mencapai 1.382.244 kali dengan volume 19,1 miliar saham dan nilai transaksi harian saham mencapai Rp 10,8 triliun. Secara khusus, posisi dolar Amerika terhadap Rupiah berada di kisaran Rp 16.295.

Investor asing melakukan aksi beli senilai Rp 593,59 miliar dalam perdagangan tersebut, sementara sepanjang tahun 2025 ini, mereka mencatat penjualan saham senilai Rp 3,35 triliun.

Sebagian besar sektor saham mencatat penguatan, dengan sektor keuangan mengalami peningkatan tertinggi sebesar 3,12%, diikuti oleh sektor properti yang naik 2,63%. Sektor energi, konsumen non-siklikal, dan teknologi juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,58%, 1,02%, dan 1,1%. Namun, sektor bahan dasar menyusut 0,55% dan sektor industri mengalami penurunan sebesar 0,18%.

Mengacu pada kajian dari tim riset PT Pilarmas Investindo Sekuritas, bursa regional Asia bergerak variatif menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS). Data global, terutama dari AS dan pertimbangan kebijakan moneter The Fed, menjadi perhatian utama yang dapat mempengaruhi prospek pasar. Selain itu, langkah-langkah kebijakan dari negara-negara lain seperti Jepang dan China juga mencerminkan dinamika pasar yang beragam.

Dengan semua ketidakpastian tersebut, para investor tetap disarankan untuk waspada dan cermat dalam mengambil keputusan investasi sehingga dapat memaksimalkan peluang di tengah pasar yang sedang bergairah ini.

Terkini