Pebisnis Kesulitan Menghadapi Lonjakan Harga Gas, Kenaikan Harga Jual Terhambat

Selasa, 07 Januari 2025 | 10:05:11 WIB
Pebisnis Kesulitan Menghadapi Lonjakan Harga Gas, Kenaikan Harga Jual Terhambat

Sejumlah pebisnis kini tengah menghadapi tantangan berat akibat lonjakan harga gas yang terus melambung dalam beberapa bulan terakhir. Ketidakmampuan untuk mengerek harga jual berdampak signifikan terhadap daya saing dan keberlangsungan operasional sejumlah industri. Situasi ini kian mendesak kala biaya produksi melesat tanpa diiringi kemampuan pasar untuk menyerap kenaikan harga produk akhir.

Dalam beberapa waktu terakhir, harga gas di tingkat global memang menunjukkan tren kenaikan yang tajam. Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya permintaan pascapandemi yang tidak diimbangi oleh peningkatan kapasitas produksi dan distribusi gas. Efek domino dari kenaikan harga gas ini menjalar ke berbagai sektor industri, termasuk manufaktur, kimia, hingga makanan dan minuman. Para pelaku usaha di berbagai sektor tersebut kini berada di persimpangan jalan: menaikkan harga jual demi menjaga marjin keuntungan atau menahan kenaikan harga dan menanggung kerugian jangka panjang.

Menurut Agus Rahardjo, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), tantangan ini bukan hanya persoalan sederhana kenaikan biaya produksi. "Ini bukan hanya tentang kenaikan harga gas semata, tetapi tentang bagaimana industri kita mampu bertahan dan beradaptasi dalam situasi ekonomi yang penuh gejolak ini. Banyak perusahaan yang mengeluhkan biaya produksi mereka meningkat secara signifikan, tetapi di sisi lain pasar tidak siap dengan kenaikan harga jual produk," ungkap Agus.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenaikan harga gas mencapai lebih dari 30% dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Kondisi ini jelas menambah beban operasional industri. Umumnya, komponennya mencakup sekitar 20% dari total biaya produksi untuk industri kelas berat seperti baja dan semen. Namun, bagi industri kecil dan menengah yang ketergantungannya terhadap energi lebih rendah, dampaknya tetap terasa karena secara keseluruhan biaya operasional menjadi tidak bisa diprediksi.

Sektor industri makanan dan minuman, yang selama ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional, turut merasakan imbasnya. Surya Saputra, CEO PT Indofood Tbk, menuturkan bahwa perusahaan harus mencari cara lain untuk efisiensi. "Kami harus lebih efisien dalam penggunaan energi dan mengoptimalkan berbagai proses produksi. Namun, ini juga tantangan besar karena konsumen masih sensitif terhadap harga, terlebih di masa pemulihan ekonomi seperti sekarang," ujarnya.

Sebagai upaya mengatasi permasalahan ini, beberapa solusi coba disiapkan oleh pemerintah. Langkah ini mencakup rencana diversifikasi sumber energi, menyediakan subsidi, hingga mempercepat program transisi energi menuju energi terbarukan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kesiapan untuk mempercepat proses pengalihan penggunaan listrik untuk beberapa industri.

Rini Soemarno, Menteri ESDM, menyatakan bahwa pemerintah menyadari tekanan yang dihadapi industri saat ini. "Kami fokus pada penyediaan energi alternatif yang lebih terjangkau dan berkelanjutan bagi sektor industri. Kami juga terus berupaya untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan memberikan insentif bagi industri yang mau beralih ke energi terbarukan," jelasnya.

Namun, transisi ke energi terbarukan bukan tanpa tantangan. Masalah infrastruktur dan investasi awal yang tinggi masih menjadi penghalang besar bagi banyak industri untuk segera beralih. Dengan demikian, solusi jangka pendek seperti subsidi harga gas dan efisiensi produksi menjadi pilihan yang lebih realistis bagi kebanyakan pelaku usaha.

Tantangan lain yang dihadapi adalah stabilitas dan keamanan pasokan energi. Bila tidak segera diatasi, isu ini dapat mengancam stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Apalagi, dengan ketidakpastian geopolitik di berbagai belahan dunia yang turut mempengaruhi supply chain energi global.

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Dian Marsudi, menegaskan pentingnya kebijakan yang bersifat jangka panjang. "Kita perlu memahami bahwa masalah energi ini bukan hanya masalah hari ini saja. Kita mesti berpikir lebih jauh ke depan dengan memperhatikan keberlanjutan dan keamanan pasokan energi dalam jangka panjang. Kemandirian energi menjadi kunci agar kita tidak terlalu rentan terhadap gejolak harga internasional," terangnya.

Di sisi lain, perusahaan perlu lebih kreatif dalam menghadapi tantangan ini. Inovasi teknologi dan strategi baru dalam distribusi barang menjadi lebih penting dari sebelumnya. Sisi positifnya, tekanan ini mendorong korporasi untuk lebih adaptif dan kreatif dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.

Bagi konsumen, kenaikan harga produk industri mungkin menjadi sebuah keniscayaan. Edukasi dan peningkatan kesadaran mengenai pentingnya mendukung produk-produk lokal yang berkelanjutan menjadi salah satu bagian solusi. Semua pihak—mulai dari produsen, konsumen, hingga pemerintah—memiliki peran untuk menyelesaikan masalah ini secara kolektif.

Secara keseluruhan, lonjakan harga gas ini adalah tantangan nyata yang membutuhkan sinergi dari berbagai pihak untuk menemukan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Dengan langkah konkret dan kerja sama semua pihak, diharapkan industri dapat tetap berdaya saing dan ekonomi nasional bisa terus tumbuh di tengah tekanan global yang ada.

Terkini