Harga Minyak Dunia Anjlok Akibat Data Ekonomi Lemah dari AS dan Jerman

Selasa, 07 Januari 2025 | 09:31:10 WIB
Harga Minyak Dunia Anjlok Akibat Data Ekonomi Lemah dari AS dan Jerman

Pada awal pekan ini, pasar minyak dunia diwarnai dengan penurunan harga yang cukup signifikan. Harga minyak mentah kembali turun pada Senin, 6 Januari 2025 setelah selama lima hari sebelumnya mencatat kenaikan berturut-turut. Penyebab utama dari penurunan ini adalah data ekonomi lemah yang muncul dari dua negara dengan ekonomi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat dan Jerman, meskipun ada beberapa faktor positif seperti pelemahan dolar AS dan proyeksi peningkatan permintaan energi akibat badai musim dingin.

Menurut laporan Reuters, harga minyak mentah Brent turun 21 sen atau 0,3% menjadi US$ 76,3 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mengalami penurunan 40 sen atau 0,5% menjadi US$ 73,56 per barel.

Minat Terhadap Energi Tetap Tinggi

Meskipun mengalami koreksi, kedua patokan minyak mentah tersebut terus bergerak di wilayah teknis jenuh beli untuk hari ketiga berturut-turut. Pada pekan sebelumnya, Brent mencapai level tertinggi sejak 14 Oktober, dan WTI ditutup pada posisi tertinggi sejak 11 Oktober. Kenaikan ini sebagian didorong oleh harapan akan stimulus fiskal untuk membangkitkan ekonomi Tiongkok yang mengalami perlambatan.

Minat terhadap perdagangan energi juga meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini tercermin dari lonjakan minat terbuka pada kontrak berjangka WTI di Bursa New York yang mencapai 1,933 juta kontrak per Jumat lalu, tertinggi sejak Juni 2023.

Analis dari Eurasia Group mengomentari kondisi pasar minyak saat ini, "Pasar minyak memasuki tahun 2025 dengan fundamental pasokan dan permintaan yang seimbang, tetapi harga tetap didukung oleh ketegangan geopolitik yang berkelanjutan."

Pengaruh Ekonomi Global

Penurunan harga minyak ini juga terjadi di tengah kelesuan ekonomi AS, yang menjadi salah satu faktor penghambat. Data terbaru menunjukkan bahwa pesanan baru untuk barang-barang manufaktur di AS mengalami penurunan pada November, terutama karena lemahnya permintaan pesawat komersial. Selain itu, pengeluaran bisnis untuk peralatan juga menunjukkan pelambatan pada kuartal keempat, berdasarkan laporan dari Biro Sensus Departemen Perdagangan.

Di sisi lain, ekonomi Jerman, yang merupakan yang terbesar di Eropa, mengalami kenaikan inflasi tahunan pada Desember akibat meningkatnya harga makanan dan perlambatan penurunan harga energi. Kondisi ini mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna mengendalikan inflasi, namun langkah ini juga dikhawatirkan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.

Dampak Badai Musim Dingin dan Fluktuasi Dolar AS

Sebelumnya, harga minyak sempat terdorong naik akibat badai musim dingin di AS, yang memicu lonjakan harga gas alam sebesar 10% pada hari yang sama dan mengangkat harga bahan bakar diesel ke level tertinggi sejak 7 Oktober.

Harga minyak juga sempat didukung oleh pelemahan nilai tukar dolar AS sebesar 1,1% terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya. Pelemahan ini terjadi pasca laporan bahwa Presiden terpilih Donald Trump mempertimbangkan pemberlakuan tarif terbatas pada impor tertentu. Namun, efek pelemahan dolar sebagian besar terhapus setelah Trump membantah laporan tersebut. Sebagai komoditas yang dihargai dalam dolar, pelemahan mata uang ini biasanya membuat minyak lebih terjangkau bagi pembeli dengan mata uang lainnya.

Ekspektasi Pasar di Tengah Dinamika Global

Di China, yuan menyentuh level terendah dalam 16 bulan terhadap dolar AS, dipicu oleh kekhawatiran perdagangan. Namun, adanya tanda-tanda permintaan yang lebih kuat terlihat dari langkah Saudi Aramco, eksportir minyak terbesar dunia, yang menaikkan harga minyak mentah untuk pembeli di Asia pada Februari, menjadi kenaikan pertama dalam tiga bulan terakhir.

Sementara itu, Sudan mengumumkan pencabutan force majeure yang hampir berlangsung selama setahun terkait transportasi minyak mentah dari Sudan Selatan ke pelabuhan Laut Merah menyusul perbaikan kondisi keamanan di wilayah tersebut.

Melihat kondisi pasar saat ini, analis Eurasia menambahkan, "Seiring berjalannya waktu, pasar minyak kemungkinan akan terus mengalami pertumbuhan permintaan yang rendah, yang mungkin terlampaui oleh pasokan baru, terutama dari AS dan kemungkinan OPEC juga."

Kesimpulannya, meskipun pasar minyak saat ini dihadapkan pada tantangan dari data ekonomi yang lemah, beberapa faktor pendukung seperti dinamika geopolitik dan fluktuasi mata uang menjadi elemen penting yang ikut mempengaruhi pergerakan harga ke depan. Pelaku pasar tentu akan terus memantau perkembangan global untuk menentukan langkah berikutnya dalam berinvestasi di sektor energi ini.

Terkini