Jakarta - Perbankan syariah di Indonesia masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama dengan adanya populasi Muslim terbesar di dunia. Namun, data menunjukkan bahwa pertumbuhan industri ini masih lambat.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri perbankan syariah di Indonesia per November 2024 mencapai Rp935,42 triliun, setara dengan 7,45% dari total aset perbankan nasional. Angka ini tidak menunjukkan kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, memicu perdebatan mengenai langkah-langkah untuk mempercepat pertumbuhan sektor ini, Senin, 20 Januari 2025.
Pengamat ekonomi Islam menekankan perlunya dorongan pertumbuhan secara anorganik untuk mempercepat perkembangan perbankan syariah. Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah di Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), menyatakan bahwa pangsa pasar perbankan syariah saat ini masih jauh dari ideal. Dalam sebuah diskusi media yang berlangsung di Kantor Bank Jago, Jakarta, ia menekankan perlunya upaya dari berbagai pihak untuk meraih pertumbuhan yang lebih cepat. “Salah satunya adalah melalui pemerintah. Penempatan APBN dan APBD di syariah, kemudian kita harus juga dorong BUMN, hingga payroll [melalui bank syariah] di kementerian/lembaga,” ujar Emir.
Salah satu strategi utama yang diusulkan untuk mendukung pertumbuhan anorganik adalah konversi bank-bank umum konvensional menjadi bank syariah. Emir menggarisbawahi potensi konversi yang dapat meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah secara signifikan. Contoh sukses mencakup konversi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh menjadi Bank Aceh Syariah pada 2016, BPD Nusa Tenggara Barat menjadi Bank NTB Syariah pada 2018, dan Bank Riau Kepri menjadi BRK Syariah pada 2022. Menurut Emir, konversi bank tersebut mampu mendorong peningkatan market share hingga 1%.
Lebih lanjut, Emir menyoroti potensi konversi Bank Nagari di Sumatra Barat, yang hingga kini masih memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan pertumbuhan aset UUS Bank Nagari yang mencapai 18% dari total aset perusahaan, konversi ini diharapkan dapat menambah daya saing perbankan syariah di tanah air.
Senada dengan Emir, Yusuf Wibisono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), juga mendukung konversi bank BUMN menjadi bank syariah. Yusuf melihat langkah ini sebagai strategi progresif dengan dampak luas. “Jika BTN dikonversi menjadi bank syariah, sebagaimana kasus konversi bank pembangunan daerah di Aceh, NTB, dan Riau-Kepulauan Riau, hal ini akan sangat signifikan. Market share perbankan syariah akan langsung menembus 10%,” jelasnya.
BTN sendiri telah menyusun rencana untuk mengakuisisi Bank Victoria Syariah sebagai bagian dari upaya pemisahan unit usaha syariah mereka, BTN Syariah, menjadi bank umum syariah (BUS). Dengan akuisisi tersebut, BTN berencana untuk memiliki saham Bank Victoria Syariah secara penuh dengan total investasi mencapai Rp1,06 triliun yang didanai dari sumber internal.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menegaskan bahwa usai persetujuan dari regulator, BTN akan memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, yaitu BTN Syariah, dan mengintegrasikannya dengan Bank Victoria Syariah menjadi sebuah BUS baru. "BTN memilih untuk mengakuisisi bank umum syariah dan menggabungkannya dengan BTN Syariah karena prosesnya tidak rumit dan tidak terlalu memakan waktu," ujar Nixon. Ia menambahkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, BTN wajib memisahkan unit usaha syariahnya sebelum tahun 2026.
Proses akuisisi ini diharapkan selesai sebelum akhir semester pertama 2025, memungkinkan BTN Syariah untuk segera menjadi bank umum syariah. "Berdasarkan timeline yang telah kami rencanakan, BTN Syariah bisa segera spin-off menjadi bank umum syariah pada tahun ini,” tegas Nixon, menyoroti harapan besar bahwa langkah ini akan memacu pertumbuhan lebih lanjut dalam industri perbankan syariah di Indonesia.
Dengan langkah-langkah ini, perbankan syariah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara signifikan, sejalan dengan populasi Muslim yang besar. Akankah strategi ini berhasil? Waktu yang akan menjawab. Namun, optimisme tetap tinggi di kalangan para pengamat yang melihat peluang besar untuk pertumbuhan berkelanjutan di sektor ini.