Jakarta – Hasil Survei Perbankan yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan indikasi positif dalam penyaluran kredit baru selama triwulan IV tahun 2024. Berdasarkan survei tersebut, penyaluran kredit baru menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan, dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) mencapai 97,9%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang hanya mencatatkan SBT sebesar 80,6%.
Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, menjelaskan bahwa peningkatan penyaluran kredit baru terutama dipengaruhi oleh kenaikan pada kredit investasi dan kredit modal kerja. “Peningkatan penyaluran kredit baru ini disebabkan oleh permintaan yang lebih kuat di sektor kredit investasi dan modal kerja,” ujar Ramdan dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Januari 2025.
Memasuki triwulan I tahun 2025, Bank Indonesia memperkirakan bahwa tren positif ini masih akan berlanjut. "Penyaluran kredit baru pada triwulan I 2025 diprakirakan tetap kuat dengan SBT prakiraan penyaluran kredit baru sebesar 82,3%," tambah Ramdan. Angka ini memperlihatkan keyakinan bahwa sektor perbankan tetap optimis menghadapi kondisi ekonomi yang dinamis pada awal tahun depan.
Namun, Bank Indonesia juga mencatat bahwa standar penyaluran kredit masih diproyeksikan sama ketatnya dengan periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) yang positif sebesar 0,2. Ramdan menjelaskan bahwa meskipun kredit baru terus disalurkan, namun kebijakan penyaluran kredit tetap dilakukan secara hati-hati.
Beberapa kebijakan ketat yang diberlakukan antara lain mencakup plafon kredit, suku bunga kredit, dan premi kredit berisiko. Kondisi ini menandakan bahwa perbankan tetap waspada terhadap potensi risiko yang mungkin timbul, meskipun situasi ekonomi makro menunjukkan perbaikan.
Hasil survei juga memaparkan bahwa responden dari sektor perbankan masih optimis terhadap pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2025. Optimisme tersebut dipicu oleh beberapa faktor, termasuk prospek kondisi ekonomi dan moneter yang lebih cerah serta pengelolaan risiko penyaluran kredit yang dinilai lebih baik. "Optimisme tersebut antara lain didorong oleh prospek kondisi ekonomi dan moneter serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit," lanjut Ramdan.
Analisis ini dibarengi dengan pertimbangan bahwa peningkatan penyaluran kredit baru menjadi sinyal bahwa kepercayaan pelaku usaha terhadap perkembangan ekonomi semakin membaik. Kredit investasi yang meningkat menunjukkan adanya rencana perluasan bisnis dari dunia usaha, sementara kredit modal kerja yang naik menandakan geliat ekonomi yang lebih aktif dalam memutar roda produksi.
Di sisi lain, ketatnya standar penyaluran kredit bisa dianggap sebagai langkah preventif dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang mungkin terjadi di masa mendatang. Stabilitas ekonomi tetap menjadi perhatian utama bagi para pemangku kepentingan, sehingga perbankan memilih untuk berjalan di jalur konservatif dan menjaga kualitas kredit yang diberikan.
Pemerintah dan otoritas moneter diharapkan terus melakukan koordinasi dalam menciptakan iklim bisnis dan investasi yang kondusif. Dukungannya akan menjadi penopang penting dalam mendorong pertumbuhan kredit tetap berada pada jalurnya.