Jakarta - Dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen sebagaimana yang diharapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, Indonesia kini menghadapkan pandangannya pada strategi untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI).
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Wihana Kirana Jaya, menegaskan bahwa mengundang investasi asing langsung menjadi salah satu cara krusial untuk mewujudkan visi ambisius ini. Meski demikian, Wihana juga menyoroti bahwa target ambisius tersebut mensyaratkan keberadaan institusi dengan kapasitas pengelolaan investasi yang kuat, salah satunya adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara), Senin, 20 Januari 2025.
Hingga saat ini, BP Danantara masih terkendala oleh belum jelasnya regulasi atau payung hukum yang menjadi fondasi operasionalnya. “Dalam kondisi mega shifting ini, mindset kita harus berubah. Kita harus mengantisipasi masa depan dengan mengubah organisasi dan proses bisnis. Danantara adalah langkah strategis untuk meningkatkan fleksibilitas pembiayaan investasi jangka panjang,” ujar Wihana dalam wawancara yang berlangsung pada Senin, 20 Januari 2025.
Wihana menegaskan bahwa pentingnya BP Danantara tidak bisa diabaikan. Badan ini dirancang untuk mengelola dan memanfaatkan aset negara guna meningkatkan kapasitas investasi melalui beberapa platform utama, yaitu Indonesia Investment Authority (INA), lembaga keuangan pemerintah, dan manajemen aset. “BP Danantara ini bagus karena mampu meleverage aset pemerintah untuk investasi yang lebih panjang. Dengan fleksibilitas ini, kita bisa membuka peluang lebih besar bagi investor, terutama FDI,” jelasnya.
Tantangan Regulasi dan Optimalisasi Aset
Wahana perdebatan terkait pembentukan badan ini tidak terlepas dari tantangan regulasi yang terjadi sebelumnya. Wakil Rektor III Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menekankan pentingnya agar pembentukan badan baru ini tidak mengulang kesalahan yang sama seperti sebelumnya yang cenderung memboroskan anggaran tanpa hasil optimal.
"Saya yakin tujuannya baik, agar aset-aset negara dapat dikelola lebih optimal," ujar Surokim. Dia menekankan pentingnya melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan aset negara.
Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Keuangan, juga mengomentari tentang keterlambatan regulasi BP Danantara. "Ini lebih karena memang Pak Presiden merasa bahwa, 'Oke kita kelihatannya regulatory framework-nya harus lebih jelas'. Ujungnya eksekusinya harus lebih baik nanti," ujar Thomas. Pemerintah masih berjuang untuk menyusun payung hukum yang jelas untuk badan ini, yang telah berkali-kali ditunda sejak rencana awal pada November 2024.
Optimalisasi Pengelolaan BUMN
BP Danantara didesain untuk menjadi superholding atas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan potensi dana kelolaan awal mencapai USD 600 miliar atau Rp 9.520 triliun. Namun, tantangan dalam hal pengalihan kekuasaan terkait keuangan BUMN ke Danantara membutuhkan perhatian serius. Pihak Danantara sendiri telah menyiapkan draf Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan hukum operasional, yang telah diserahkan kepada Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, sejak November 2024.
FDI: Krusial untuk Pertumbuhan
Wihana menekankan bahwa dengan keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), FDI menjadi sumber utama untuk menopang pertumbuhan ekonomi. “Target pertumbuhan 8% bukanlah hal yang mustahil, tetapi membutuhkan fondasi kebijakan yang kuat, seperti BP Danantara. Ini adalah salah satu cara untuk memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi global,” pungkas Wihana.
Pembentukan BP Danantara yang tepat waktu dan terarah diharapkan menjadi langkah signifikan dalam mencapai target ambisius ini. Keberhasilan badan ini tergantung pada keseriusan pemerintah dalam menyusun regulasi dan memastikan implementasi berjalan sesuai rencana. Dengan berfungsinya BP Danantara, diharapkan banyak aset negara dapat dikelola secara maksimal, membuka pintu lebih lebar bagi investasi asing, dan mendukung pembangunan nasional dalam jangka panjang.
Dengan berkembangnya geopolitik dan geoekonomi yang menuntut langkah strategis, Indonesia harus mengubah pendekatannya terhadap investasi. Pentingnya kerja sama antar lembaga dan pemerintah dalam mendukung BP Danantara adalah faktor kunci untuk meningkatkan efisiensi dan memastikan investasi memberikan dampak ekonomi yang berkelanjutan bagi negara.