Penyeberangan Rafah, yang terletak di perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza, bersiap untuk dibuka kembali setelah tanda-tanda positif tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Menurut sumber Mesir, kesepakatan tersebut sudah "dekat", memberikan harapan baru bagi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah yang telah lama terkepung.
Menurut laporan dari Al-Araby Al-Jadeed pada Selasa, 14 Januari 2025, berbagai pengaturan telah dimulai untuk memungkinkan bantuan darurat masuk segera setelah kesepakatan gencatan senjata diumumkan. Bantuan kemanusiaan dan bahan bakar diprioritaskan dalam penyeberangan ini, yang menjadi jalur penyelamat bagi kawasan Jalur Gaza.
Selanjutnya, warga Palestina yang terluka juga akan diberikan izin untuk bepergian melalui penyeberangan ini dalam waktu seminggu setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata. Selain itu, tenda untuk para pengungsi dan peralatan untuk membersihkan puing-puing akan dikirim ke wilayah tersebut, memperlihatkan kesiapan Mesir dalam mendukung proses pemulihan di Gaza.
Pada hari Senin, 13 Januari 2025, pertemuan penting antara pejabat Mesir, Israel, dan Amerika Serikat berlangsung di Kairo untuk membahas perihal penting terkait koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah. Pertemuan ini memiliki fokus utama pada pengaturan keamanan perbatasan pasca-penarikan pasukan Israel dari koridor Philadelphia dan area penyeberangan Rafah. Selain itu, diskusi juga mengenai bagaimana Mesir dapat memainkan peran utama dalam memastikan keamanan dan stabilitas perbatasan di masa depan.
Husseun Haridi, mantan asisten menteri luar negeri Mesir, dalam percakapannya dengan Al-Araby Al-Jadeed, menyatakan bahwa Mesir memiliki kapasitas penuh untuk mengoperasikan penyeberangan Rafah dengan efisiensi tinggi guna memfasilitasi masuknya berbagai bentuk bantuan kemanusiaan, pemindahan warga yang terluka, serta proses pertukaran tahanan. Ia menegaskan bahwa koordinasi penuh dengan pihak Palestina sangat penting untuk memastikan kelancaran proses ini. "Mesir memiliki kapasitas penuh untuk mengoperasikan perlintasan Rafah dengan efisiensi tinggi," katanya.
Pada saat yang sama, perkembangan ini terjadi ketika negosiator dari berbagai pihak bertemu di Doha pada Selasa, 14 Januari 2025, untuk menyelesaikan persyaratan kesepakatan setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengumumkan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tawanan yang hampir disetujui. Para mediator kemudian menyerahkan draf akhir perjanjian kepada Israel dan Hamas pada Senin, 13 Januari 2025.
Kesepakatan ini memberikan harapan besar bahwa tahap pertama dari perjanjian ini akan mencakup penghentian permusuhan dan pembebasan 33 tawanan Israel sebagai imbalan bagi 50 tahanan Palestina. Selain itu, diperkirakan bahwa akan ada peningkatan signifikan dalam jumlah truk bantuan kemanusiaan sekitar 600 truk yang diharapkan datang setiap hari.
Pembukaan kembali penyeberangan Rafah menandai langkah penting dalam upaya mencapai stabilitas di wilayah tersebut. Jalur masuk ini menjadi vital karena merupakan titik akses utama bagi bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan. Kondisi di Jalur Gaza yang telah lama berada dalam kondisi terisolasi menjadikan masuknya bantuan ini sebagai upaya yang sangat mendesak.
Dengan demikian, peran Mesir dalam mediasi dan koordinasi di penyeberangan Rafah serta pencapaian kesepakatan gencatan senjata memberikan harapan baru bagi pemulihan dan stabilitas di kawasan ini. Namun, semua pihak masih harus waspada terhadap berbagai tantangan yang mungkin dapat muncul kembali dalam proses berkelanjutan ini. Keberhasilan implementasi gencatan senjata dan pembukaan kembali jalur kemanusiaan ini diharapkan dapat memberikan perubahan positif yang signifikan bagi penduduk di Jalur Gaza.