Jakarta - Dalam upaya memperkuat industri fintech, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan aturan baru yang mengharuskan perusahaan fintech Peer-to-Peer (P2P) lending untuk memiliki modal minimum sebesar Rp12,5 miliar.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 mengenai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, Kamis, 16 Januari 2025.
Regulasi ini mengatur bahwa perusahaan P2P lending diharuskan memiliki ekuitas minimum secara bertahap dengan beberapa tenggat waktu yang telah ditetapkan. Tahap pertama mewajibkan perusahaan mencapai ekuitas minimal Rp2,5 miliar hingga 29 Juni 2023. Tahap kedua menetapkan ekuitas minimal Rp7,5 miliar, dengan batas waktu hingga 29 Juni 2024. Akhirnya, pada tahap ketiga, ekuitas minimum harus mencapai Rp12,5 miliar pada 29 Juni 2025.
Christian Hanggra, Direktur Utama Modal Rakyat, menyatakan bahwa perusahaannya telah memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang diminta. "Untuk Modal Rakyat sendiri sudah melebihi ketentuan Rp12,5 miliar. Tidak wajib melakukan penambahan," ungkap Christian kepada Bisnis, Rabu, 15 Januari 2025. Modal Rakyat, salah satu pelaku fintech di Indonesia, tidak hanya siap menghadapi aturan tersebut, tetapi juga melihatnya sebagai kemajuan positif untuk industri.
Christian juga menambahkan, "Kami memandang aturan ketentuan tersebut adalah hal yang baik dan dapat memberikan stabilitas finansial serta membantu bisnis tumbuh. Ini tentunya harus didukung modal yang kuat." Pernyataan ini menunjukkan dukungan industri terhadap inisiatif OJK dalam mendorong stabilitas dan keandalan sektor fintech di tanah air.
Namun, tantangan dalam pemenuhan persyaratan modal ini masih nyata. Berdasarkan data dari OJK hingga Desember 2024, terdapat 11 dari 97 penyelenggara fintech P2P lending yang belum mencapai ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. Jumlah ini sedikit meningkat dari Oktober 2024, ketika 10 perusahaan belum memenuhi ketentuan tersebut.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, mengungkapkan bahwa dari 11 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi ketentuan, lima di antaranya sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor. "OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemenuhan kewajiban ekuitas minimum tersebut, baik berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor yang kredibel, termasuk opsi pengembalian izin usaha," ujar Agusman dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) Desember 2024, Selasa, 7 Januari 2025.
OJK pun berkomitmen untuk memberikan pengawasan dan pembinaan yang ketat guna memastikan semua perusahaan P2P lending memenuhi persyaratan ini. Langkah ini dianggap penting dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan fintech dan memastikan kelangsungan bisnis jangka panjang.
Bagi perusahaan fintech yang belum memenuhi ketentuan ini, tantangan terbesar adalah mengumpulkan modal dalam tenggat waktu yang ditetapkan. Namun, adanya dukungan dari pihak-pihak terkait seperti strategic investor dapat menjadi jalan keluar yang positif untuk memenuhi regulasi ini.
Keputusan OJK untuk mewajibkan modal minimum bagi perusahaan fintech P2P lending mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk pelaku industri dan investor. Langkah ini dinilai sebagai usaha untuk meningkatkan integritas pasar dan melindungi konsumen dari risiko keuangan yang tidak diinginkan. Dengan modal yang kuat, perusahaan dapat lebih tangguh dalam menghadapi gejolak ekonomi dan lebih mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.