Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan kemunculan berbagai model penipuan yang lebih canggih di tahun 2025. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, yang menyatakan bahwa laporan konsumen kemungkinan besar masih akan didominasi oleh kasus penipuan eksternal.
Tingginya laju penggunaan teknologi, di tengah rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat, menjadi faktor utama yang memungkinkan berkembangnya modus penipuan baru. "Masyarakat harus selalu waspada dan memastikan legalitas, validitas dari setiap penawaran yang ada atau selalu ingat 2L (Legal dan Logis) dan juga bisa kontak ke kontak 157," ujar Friderica yang akrab disapa Kiki dalam siaran persnya, Kamis, 16 Januari 2025.
OJK menghimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur atau terperdaya dengan penawaran-penawaran menggiurkan yang sering kali disajikan dengan cara yang begitu meyakinkan. Edukasi keuangan menjadi krusial dalam melawan penipuan ini. Kiki menekankan pentingnya masyarakat untuk mampu menilai apakah penawaran tersebut wajar atau tidak. "OJK selalu dan akan terus menguatkan upaya edukasi lebih banyak lagi kepada masyarakat melalui semua kanal media dan melakukannya dengan pemangku kepentingan terkait melalui program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN)," ujarnya.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk jeli terhadap informasi dan klausul dalam perjanjian serta dokumen transaksi keuangan yang terkait produk keuangan yang akan digunakan. Menurut Kiki, masyarakat berhak mendapatkan penjelasan sebelum memutuskan untuk menggunakan produk dan/atau layanan keuangan tersebut.
Modus penipuan yang berkembang tidak hanya terbatas pada penawaran investasi, tetapi juga merambah ke pinjaman online (pinjol) dan perjudian online. Data dari Satgas PASTI tahun 2024 menunjukkan sebanyak 6.348 aduan berasal dari masyarakat berusia 26-35 tahun terkait dengan pinjol ilegal. "Hal ini cukup mengkhawatirkan karena pada usia rentang tersebut sudah menggunakan pinjol ilegal," ungkap Kiki.
Maraknya perjudian online juga memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kerusakan tatanan sosial, terutama pada anak-anak muda. Kiki menyatakan bahwa perjudian online semakin mudah diakses melalui aplikasi seperti game online dan media digital lainnya yang sering diakses oleh generasi muda. "Salah satu tantangan bagi anak muda adalah anak muda ini rentan terkena FOMO (fear of missing out), FOPO (fear of other people's opinions), dan YOLO (you only live once), yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan keuangan menjadi kurang bijak," katanya.
Menurut Kiki, anak muda bisa menjadi sasaran empuk kejahatan keuangan digital tanpa pengetahuan keuangan yang memadai. Kondisi ini memunculkan urgensi bagi pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk mengkampanyekan literasi keuangan secara menyeluruh. "Paling mudah adalah dengan mengenal dan selalu ingat 2L yaitu Legal dan Logis atau simply bisa kontak layanan konsumen OJK yaitu telepon ke nomor 157 atau WhatsApp ke 081-157157157 dan bisa juga cek ke website atau media sosial OJK dan SATGAS PASTI," tegas Kiki.
OJK terus menegaskan komitmennya dalam melakukan edukasi keuangan yang masif guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap berbagai bentuk penipuan dan risiko keuangan. Masyarakat diharapkan dapat bersikap kritis dalam menghadapi berbagai penawaran dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melindungi diri dari kejahatan keuangan. Dengan partisipasi aktif dari berbagai pihak dan peningkatan literasi keuangan, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terhindar dari jebakan penipuan dan bisa melakukan transaksi keuangan yang aman dan menguntungkan.