Batu Bara

Harga Batu Bara Dunia Turun Hampir 10% di Awal 2025 akibat Kekhawatiran Oversupply dan Penurunan Permintaan

Harga Batu Bara Dunia Turun Hampir 10% di Awal 2025 akibat Kekhawatiran Oversupply dan Penurunan Permintaan
Harga Batu Bara Dunia Turun Hampir 10% di Awal 2025 akibat Kekhawatiran Oversupply dan Penurunan Permintaan

Harga batu bara global mengalami penurunan signifikan hampir 10% selama bulan Januari 2025. Penurunan harga ini terutama didorong oleh kekhawatiran oversupply akibat produksi batu bara Indonesia yang berlimpah dan permintaan global yang stagnan. Berdasarkan data terbaru dari Barchart, harga acuan batu bara Newcastle tercatat pada US$114,6 per ton, turun 0,46% dibandingkan posisi sebelumnya.

Produksi batu bara Indonesia mengalami peningkatan tajam selama tahun 2024, mencapai 831,05 juta ton, jauh melampaui target awal 710 juta ton menurut data Minerba One Data Indonesia (MODI) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Realisasi produksi ini bahkan mencapai 117,05% dari target, menambah tekanan pada pasar global dan meningkatkan kekhawatiran akan oversupply, terutama karena Indonesia adalah salah satu produsen utama batu bara dunia.

Permintaan Global Cenderung Stagnan

Permintaan batu bara secara global diperkirakan stabil sepanjang tahun 2024, terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi di China dan India serta penurunan permintaan di negara-negara maju. Dua negara Asia ini, yang selama ini dikenal sebagai konsumen batu bara terbesar, mulai menunjukkan penurunan konsumsi akibat peningkatan penggunaan energi hijau.

Pada bulan Agustus 2024, produksi listrik tenaga air di China meningkat 10,7% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, mencapai 163,5 miliar kWh. Sementara itu, tenaga surya dan angin masing-masing mencatat kenaikan produksi sebesar 21,7% dan 6,6%. China juga memperkuat kontribusi energi terbarukannya melalui rencana ambisius dari China Three Gorges Renewables Group Co. yang akan membangun pusat pembangkit listrik multi-energi di Gurun Taklamakan. Proyek ini akan mencakup panel surya dengan kapasitas 8,5 gigawatt, turbin angin 4 gigawatt, dan enam pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 660 megawatt.

Sementara itu, India, yang juga berfokus pada pengembangan energi terbarukan, menargetkan penambahan kapasitas energi surya dan angin sebesar 35 gigawatt pada tahun yang berakhir Maret 2025. Namun, India mengalami kesulitan dalam memenuhi target energi bersih 2030 setelah sebelumnya gagal mencapai target energi terbarukan di tahun 2022.

Dampak di Negara-Negara Maju

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa juga diperkirakan akan mengurangi konsumsi batu bara mereka. Konsumsi batu bara AS diprediksi turun 17 juta ton menjadi 351 juta ton di tahun 2025, setara dengan penurunan 4,6% dari tahun sebelumnya. Eropa juga merencanakan pengurangan sebesar 16 juta ton, menjadi 494 juta ton, setara penurunan 3,14% dari tahun lalu.

Di sisi lain, meskipun terdapat pengurangan permintaan dari beberapa negara utama dunia, ASEAN menunjukkan tren pertumbuhan permintaan batu bara dengan peningkatan sebesar 5,9% menjadi 520 juta ton pada tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa meski ada penurunan di beberapa wilayah, permintaan batu bara di kawasan Asia-Pasifik masih akan tetap tinggi.

Respon dan Harapan

Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan bahwa "Produksi yg melampaui target memang bisa menimbulkan kekhawatiran oversupply, tetapi kita juga melihat potensi pasar yang masih terbuka, terutama di kawasan Asia." Dia juga menambahkan bahwa "Indonesia harus terus memantau perkembangan pasar global dan menyesuaikan secara dinamis kebijakan produksi agar dapat menangkap peluang yang ada."

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia mungkin perlu mendiversifikasi tujuan ekspor mereka dan fokus pada pasar-pasar dengan pertumbuhan permintaan yang lebih positif seperti ASEAN. Selain itu, adanya tekad dari para penghasil energi untuk terus mengembangkan energi alternatif akan mampu membentuk kembali peta konsumsi energi dunia di masa mendatang.

Sejalan dengan itu, pemerintah dan industri energi di seluruh dunia harus terus berinovasi dan beradaptasi terhadap perubahan, baik dalam mengelola produksi maupun merespons kebutuhan energi dunia yang semakin menuju arah keberlanjutan. Pengembangan energi terbarukan yang semakin pesat harus dipandang sebagai peluang untuk berkolaborasi dan membangun solusi energi yang lebih berkelanjutan untuk masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index