Jakarta - Pada perdagangan sesi I Rabu, 15 Januari 2025, saham-saham dari emiten perbankan raksasa menunjukkan sinyal kebangkitan setelah sebelumnya mengalami koreksi dan penurunan selama beberapa hari terakhir.
Hingga pukul 12:00 WIB, terdapat setidaknya 12 saham perbankan besar yang bergerak positif, dengan tujuh saham mencatat kenaikan lebih dari 1%, sementara lima saham lainnya menguat di bawah 1%, Rabu, 15 Januari 2025.
Peningkatan Signifikan Saham Perbankan
Saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) mencatatkan kenaikan tertinggi pada sesi transaksi kali ini, melonjak 4,55% hingga mencapai level Rp 1.150 per unit. Di sisi lain, dari jajaran perbankan terkemuka, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengalami kenaikan tertinggi sebesar 2,89% menuju harga Rp 3.910 per unit.
Penguatan saham-saham perbankan ini menandakan adanya perbaikan sentimen investor usai beberapa kendala yang sempat membayanginya. Salah satu faktor pendorong menguatnya saham-saham ini adalah harga yang sudah masuk zona murah serta potensi likuiditas yang kembali beranjak stabil.
Dilepas Investor Asing dan Ketatnya Likuiditas
Sebelumnya, dalam beberapa hari terakhir, saham-saham perbankan mengalami tekanan akibat aksi jual dari investor asing. Pada perdagangan sebelumnya, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi yang paling banyak dilepas investor asing dengan nilai mencapai Rp 286,42 miliar. "Kondisi pasar sebelumnya memang dipengaruhi oleh pelepasan saham dari investor asing, namun harga saham yang sudah cukup murah saat ini mulai menarik minat beli kembali dari investor domestik," ujar seorang analis pasar saham.
Tidak hanya itu, ketatnya likuiditas juga menjadi salah satu kendala utama di balik tekanan yang dialami sektor perbankan. Likuiditas yang ketat merujuk pada keterbatasan ketersediaan uang tunai atau aset likuid dalam sistem keuangan, sehingga bank dan korporasi mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan atau pinjaman. Bank Indonesia mencatat bahwa pertumbuhan kredit secara tahunan (year-on-year/yoy) kerap kali melampaui pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Tren Pertumbuhan Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Analisis lebih mendalam menunjukkan bahwa selisih antara pertumbuhan kredit dan DPK terus melebar. Pada Januari 2023, pertumbuhan tahunan kredit berada di angka 10,53% sementara DPK 8,5%, membentuk selisih 2,05 poin persentase. Sedangkan pada Januari 2024, pelebaran selisih tersebut semakin jelas ketika pertumbuhan kredit mencapai 11,8% sementara DPK hanya 5,8%, mencatatkan peningkatan selisih hingga 6 poin persentase.
Data terbaru dari November 2024 menunjukkan selisih yang masih cukup signifikan, dengan pertumbuhan kredit di angka 10,79% dan DPK sebesar 6,3%, menciptakan jarak 4,49 poin persentase. "Gap yang melebar ini mengisyaratkan bagaimana perbankan saat ini lebih agresif dalam penyaluran kredit ketimbang penghimpunan dana pihak ketiga. Fenomena ini memerlukan perhatian lebih agar tidak mengganggu kemampuan penyaluran kredit di masa mendatang," kata seorang ekonom keuangan.
Optimisme Pasar
Meski tantangan likuiditas masih membayangi, kebangkitan saham perbankan pada sesi I hari ini memberikan secercah optimisme. Para investor tampaknya mulai menyadari bahwa harga saham perbankan yang sudah tertekan ini menawarkan peluang menarik untuk investasi. Kondisi tersebut disambut positif oleh pasar, meskipun dorongan pemulihan masih relatif terbatas.
Mengamati pergerakan saham-saham ini, ada harapan bahwa emiten perbankan raksasa dapat terus mengalami perbaikan kinerja seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan kembali normalnya likuiditas di pasar. "Kami berharap tren positif ini berlanjut, mengingat fundamental perbankan di Indonesia yang cukup kuat dan prospek pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik," tambahnya.
Dengan berbagai dinamika yang ada, pasar menantikan perkembangan lebih lanjut, khususnya kebijakan dan usaha perbankan dalam meningkatkan likuiditas serta mendorong pertumbuhan Dana Pihak Ketiga agar selaras dengan agresivitas penyaluran kredit yang dilakukan.