Bank

Aktivis Sosial Gus Tjetjep M. Yasien Menjadi Korban Kekerasan: Sebuah Catatan Kelam bagi Penegakan Hukum

Aktivis Sosial Gus Tjetjep M. Yasien Menjadi Korban Kekerasan: Sebuah Catatan Kelam bagi Penegakan Hukum
Aktivis Sosial Gus Tjetjep M. Yasien Menjadi Korban Kekerasan: Sebuah Catatan Kelam bagi Penegakan Hukum

Jakarta - Peristiwa tragis menimpa Gus Tjetjep M. Yasien, seorang aktivis sosial yang dikenal memperjuangkan hak-hak rakyat kecil. Pada malam yang seharusnya menjadi malam biasa setelah melakukan ibadah Maghrib di Masjid Roudhotul Falah, ia mengalami pengalaman pahit yang tak terduga setelah diserang sekelompok debt collector. Insiden ini tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga luka batin yang dalam, sekaligus menimbulkan tanda tanya besar mengenai tanggung jawab aparat penegak hukum.

Gus Tjetjep, setelah menunaikan salat Maghrib berjamaah, dengan tenang berjalan menuju rumah makan sederhana milik Bapak Proko untuk berbuka puasa. Namun, ketenangan itu mendadak berubah menjadi malam penuh teror ketika sekelompok debt collector yang mengaku perwakilan dari BNI mendatangi rumah makan tersebut. Rombongan penagih utang ini, yang berjumlah sekitar lima belas orang, disebutkan mencari pemilik rumah makan terkait dugaan utang kartu kredit. Namun, ironisnya, mereka justru salah sasaran, Rabu, 15 Januari 2025.

Kesalahan fatal tersebut mengakibatkan Gus Tjetjep, yang tidak memiliki sangkut-paut apapun dengan urusan utang tersebut, menjadi sasaran amukan kelompok tersebut. Dengan tuduhan sebagai pengacara untuk pemilik utang, tanpa ampun ia dikeroyok di depan puluhan orang, termasuk beberapa polisi yang diketahui berada di lokasi kejadian. Tak ada tindakan pencegahan dari pihak kepolisian, seolah-olah mereka hanya berdiri menyaksikan insiden kekerasan tersebut.

"Gus Tjetjep adalah seorang aktivis yang selalu memperjuangkan kebenaran dan hak-hak rakyat kecil," ungkap Azhar S. M., putra Gus Tjetjep. "Sangat memilukan melihat bagaimana keadilan tidak ditegakkan ketika dia membutuhkan perlindungan."

Serangan brutal ini membuat Gus Tjetjep jatuh tersungkur, wajahnya pucat, dan kondisinya memburuk dalam waktu singkat. Saat melaporkan kejadian tersebut ke Polrestabes Surabaya, kesehatannya menurun drastis, menyebabkan ia pingsan dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan. Diagnosa awal menunjukkan bahwa ia mengalami gegar otak ringan, menambah deretan cedera fisik yang dideritanya.

Peristiwa ini menyoroti permasalahan serius dalam penegakan hukum di Indonesia. Ketidakhadiran tindakan tegas dari aparat penegak hukum dalam situasi ini menambah kekhawatiran publik mengenai keamanan dan keadilan yang seharusnya mereka lindungi. Kejadian ini bukan hanya kasus isolasi, melainkan cerminan dari kekurangan sistemik yang harus segera diatasi.

Tindakan kekerasan terhadap Gus Tjetjep menimbulkan reaksi luas, mendorong desakan agar kasus ini diusut tuntas. Keluarga besar Gus Tjetjep kini menyerukan penegakan hukum yang sebenar-benarnya, mendesak agar keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Mereka berharap aparat bisa mengusut tuntas kejadian ini dan menghukum pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Kami menuntut keadilan untuk ayah kami dan semua korban yang mengalami ketidakadilan serupa. Kami berharap aparat bertindak cepat dan tegas," tambah Azhar S. M. penuh harap.

Melihat kondisi saat ini, masyarakat semakin kritis menilai efektivitas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Diharapkan, tragedi yang menimpa Gus Tjetjep bisa menjadi titik balik untuk reformasi penegakan hukum di Indonesia, agar kejadian serupa tidak terulang dan hukum bisa benar-benar menjadi pelindung bagi semua lapisan masyarakat.

Kasus ini tidak saja tentang seorang aktivis yang jadi korban salah sasaran, tetapi juga tentang gambaran suram penegakan hukum. Saat ini, harapan keluarga dan masyarakat tertuju kepada bagaimana proses hukum berjalan atas kasus ini. Apakah hukum akan berdiri tegak, atau malah kembali menjadi cerita kelam seperti malam ketika Gus Tjetjep dan keadilan tersungkur?

Melalui kasus ini, terkuaklah ironi sekaligus tantangan bagi aparat penegak hukum. Apakah mereka akan tetap diam menjadi saksi, atau akhirnya bergerak menjawab panggilan keadilan yang selama ini berhenti di tengah jalan? Akhir dari cerita ini diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi Gus Tjetjep dan semua korban ketidakadilan serupa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index