Jakarta - Pasar saham Indonesia mengawali pekan ini dengan tren penurunan yang signifikan, terutama di sektor perbankan. Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Januari 2025, saham bank-bank dengan kapitalisasi besar mencatat koreksi yang cukup mendalam.
Misalnya, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengalami penurunan sebesar 160 poin atau setara 3,99 persen, menurun ke level 3.850 per saham. Ini menandai penurunan signifikan yang juga dialami oleh bank-bank lainnya dengan kapitalisasi pasar besar, Selasa, 14 Januari 2025.
Nasib serupa juga dialami oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), yang sahamnya tergerus 75 poin, setara 1,34 persen, menuju level 5.525 per saham. Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) harus merelakan penurunan sebesar 140 poin atau setara 3,22 persen ke level 4.210 per saham. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) juga tidak luput dari tren negatif dengan penurunan 40 poin atau 3,57 persen ke level 1.080.
Di sektor swasta, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melemah 50 poin atau 0,51 persen mencapai level 9.675 per saham. Selain itu, saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga mencatat penurunan 20 poin atau 1,16 persen ke level 1.710.
Meski dibayangi tekanan, para ahli menganggap prospek sektor perbankan tetap menarik. Direktur Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, berpendapat bahwa sektor ini masih memiliki daya tarik tersendiri. “Tapi memang tekanan situasi dan kondisi dari ketidakpastian memang menghantui gerakan pasar, khususnya di sektor perbankan,” ujarnya.
Nico menjelaskan bahwa meskipun sector perbankan menghadapi sejumlah tantangan di tahun lalu, ada keyakinan bahwa laporan keuangan penuh tahun 2024 akan memberikan gambaran yang lebih jelas. “Meskipun mendapatkan beberapa tekanan dari global khususnya, seharusnya kinerja sektor ini membaik di tahun ini,” imbuhnya lagi.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, juga memberikan pandangan senada. Ia mengatakan bahwa sektor perbankan masih menjadi pilihan menarik bagi investor di tahun 2025 ini. "Jika investor ingin mengincar dividen, saya pikir perbankan menjadi salah satu sektor yang menarik perhatian para pelaku investor," katanya kepada Kompas.com.
Nafan menambahkan bahwa meski ada faktor berupa suku bunga yang tinggi, investor harus memperhatikan pertumbuhan progresif yang terjadi di akhir tahun 2024, terutama menjelang periode Natal dan Tahun Baru. Dalam periode tersebut, peningkatan konsumsi domestik berkontribusi pada pertumbuhan penyaluran kredit. “Untuk 2025, kalau saya pikir, meskipun suku bunga tinggi masih diterapkan dan memicu adanya kenaikan borrowing cost, tetap saja pertumbuhan kredit pun masih bisa terus terjadi,” jelas Nafan.
Pendorong utama pertumbuhan tersebut adalah peningkatan konsumsi domestik yang mendukung kinerja kredit bank. Di masa mendatang, pengamat pasar optimis bahwa meskipun tantangan seperti kenaikan biaya pinjaman timbul akibat suku bunga tinggi, sektor perbankan kursi, sektor perbankan akan tetap bergerak positif.
Secara keseluruhan, meskipun saham-saham sektor perbankan mengalami penurunan awal pekan ini, kepercayaan terhadap sektor tersebut belum meredup. Para analis tetap meyakini bahwa sektor perbankan masih memiliki daya tarik bagi investor, dengan potensi keuntungan dari dividen dan pertumbuhan kredit, seiring dengan ekspektasi peningkatan kinerja keuangan di tahun yang akan datang. Investor kini menantikan laporan keuangan tahunan dari bank-bank besar untuk mendapatkan taburan informasi lebih lanjut yang akan memandu keputusan investasi mereka.