Asia, terutama China dan India, kini tengah menghadapi tantangan berat akibat sanksi agresif terbaru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap sektor minyak Rusia. Kedua negara tersebut, yang telah lama diuntungkan oleh harga diskon minyak mentah Rusia sejak invasi Moskow ke Ukraina pada 2022, kini menghadapi dilema karena sanksi ketat yang terus meningkat. Sanksi ini terutama menargetkan produsen, perusahaan asuransi, dan kapal yang terlibat dalam pengiriman minyak, membuat perdagangan tersebut menjadi kacau balau.
Dampak Terhadap Penyuling Minyak China dan India
Penyuling minyak independen di Provinsi Shandong, China, yang selama ini menjadi pembeli setia minyak Rusia, harus bergegas menggelar pertemuan darurat pada akhir pekan untuk menilai dampak dari sanksi ini. "Kami sedang berusaha untuk memahami apakah minyak yang sudah dalam perjalanan masih bisa kami terima," ujar salah satu pejabat kilang yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, di India, yang bergantung pada Rusia untuk sepertiga dari total impor minyak mereka, para penyuling juga tengah was-was. Mereka kini harus mewaspadai konsekuensi dari pembelian minyak mentah jenis Ural dan tengah mengkaji dokumen-dokumen terkait dengan tim hukum mereka. Pejabat kilang di India menyatakan bahwa mereka telah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan gangguan besar dalam impor yang mungkin berlangsung antara 3 hingga 6 bulan.
Menurut data yang dirilis oleh Kpler, sebuah perusahaan analisis data, kapal tanker yang terkena sanksi telah mengangkut lebih dari 530 juta barel minyak mentah Rusia tahun lalu, yang merupakan sekitar dua perlima dari total ekspor minyak mentah negara itu melalui laut. Lebih dari setengah volume tersebut, sekitar 300 juta barel, dikirim ke China, yang mencakup sekitar 61% dari total impor minyak Rusia ke negara tersebut melalui laut.
Reaksi di Lapangan
Akibat sanksi yang diberlakukan, sektor penyulingan independen di China, yang dikenal dengan sebutan "teapot", berada dalam posisi merugi. Harga minyak yang meningkat serta biaya pengiriman yang lebih tinggi menjadi penyebab utama. "Kami telah melihat harga diesel melonjak akhir pekan ini sebagai dampak dari situasi ini," ungkap seorang sumber terpercaya di industri.
Para operator pelayaran dan penyuling dari kelompok "teapot" ini kini mulai mempertimbangkan berbagai cara kreatif untuk mengatasi sanksi. Ada upaya untuk mengalihkan minyak mentah Rusia ke terminal swasta yang lebih kecil serta memanfaatkan transportasi truk daripada jaringan pipa untuk pengiriman ke China. "Kami harus pintar dan fleksibel menyiasati situasi saat ini," ujar salah satu operator yang terlibat.
Pelabuhan-pelabuhan di Shandong telah meningkatkan kewaspadaan terhadap kapal-kapal yang terkena sanksi sejak pekan lalu, menyusul peringatan dari salah satu perusahaan yang mengoperasikan beberapa terminal di daerah tersebut. Teko telah menikmati harga diskon dari minyak Rusia dan Iran selama beberapa tahun terakhir, dibantu oleh armada tankernya yang terkenal gelap, dukungan dari pemodal lokal, serta operator pelabuhan dan penyimpanan yang tetap melanjutkan perdagangan sebagian besar dalam mata uang yuan.
Menuju Strategi Bertahan
Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu ini, para pelaku industri di China dan India bekerja keras untuk merancang strategi bertahan menghadapi dampak sanksi. "Kami harus mencari cara agar rantai pasokan tidak terlalu terpengaruh," tambah seorang narasumber dari industri perkapalan China.
Para ahli memprediksi bahwa jika sanksi ini terus berlanjut, maka kedua negara ini mungkin harus mencari sumber alternatif untuk memenuhi kebutuhan minyak mereka. Beberapa analis mencatat bahwa ini adalah kesempatan bagi negara-negara produsen minyak lain untuk mengisi celah yang ditinggalkan oleh Rusia.
Ketidakstabilan yang disebabkan oleh sanksi AS terhadap Rusia telah menempatkan China dan India di persimpangan penting dalam sektor energi. Meskipun kedua negara telah lama beralih ke minyak Rusia sebagai alternatif yang ekonomis, realitas baru ini memaksa mereka untuk mempertimbangkan kembali strategi impor mereka. Dengan terus meningkatnya tekanan, diperlukan pendekatan yang inovatif dan fleksibel dari pihak-pihak terkait untuk menghadapi tantangan ini.
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: perubahan dalam dinamika perdagangan minyak global akan berdampak luas, tidak hanya bagi China dan India, tapi juga bagi pasar energi internasional. Sebagaimana dinyatakan oleh seorang ahli energi internasional, "Dunia kini harus bersiap menghadapi babak baru dalam geopolitik energi."