JAKARTA - Transisi energi di Indonesia menjadi sorotan dunia, terutama bagi Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) yang menilai langkah Indonesia masih lamban meski memiliki potensi besar dalam energi baru dan terbarukan. Data per 2023 menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas energi di Indonesia masih dikuasai oleh energi fosil. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran, terutama di tengah meningkatnya seruan global untuk meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Menurut IRENA, tambahan kapasitas energi di Indonesia pada tahun ini mencapai 6.632 MW yang mayoritas berasal dari sumber energi tidak terbarukan, khususnya fosil. Di sisi lain, kapasitas energi terbarukan hanya bertambah sebesar 849 MW. Rincian dari angka tersebut menunjukkan kontribusi energi surya sebanyak 324 MW, bioenergi 288 MW, dan panas bumi atau geothermal dengan 237 MW.
Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, menyatakan bahwa Indonesia memiliki perhatian khusus dari badan internasional tersebut dalam konteks transisi energi. "Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang memiliki outlook domestik dari IRENA," ungkap La Camera seusai menghadiri acara pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 IRENA yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Sidang Majelis Umum ke-15 ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi di tingkat global, terlebih di tengah guncangan pasar energi akibat konflik di Timur Tengah yang mengancam ketahanan energi, serta cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai belahan dunia.
La Camera menegaskan bahwa Indonesia memegang peranan kunci dalam melaksanakan transisi energi di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara dengan konsumsi energi terbesar di kawasan ini, kebutuhan energi Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk.
Tidak hanya konsumsi energi yang menjadi perhatian, La Camera juga menggarisbawahi sumber daya energi terbarukan yang melimpah di Indonesia. Dengan kelebihan tersebut, Indonesia memiliki peluang strategis untuk mengambil peran utama dalam peralihan dari energi fosil menuju energi berkelanjutan. "Outlook itulah yang menggambarkan peran Indonesia di sektor transisi energi bagi kami," tegas La Camera.
Target Energi Daur Ulang Nasional 2025 Dikhawatirkan Tidak Akan Tercapai
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menetapkan target peningkatan porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025. Namun, realisasi target ini tampaknya akan sulit tercapai, mengingat hingga 2023, porsi energi terbarukan hanya mencapai 13,21 persen dari total bauran energi. Pemerintah sendiri menargetkan kenaikan porsi EBT pada 2023 mencapai 17,9 persen.
Menurut Dr. Fahmy Radhi, MBA, seorang pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, kegagalan mencapai target EBT disebabkan oleh kebijakan transisi energi yang setengah hati dan kadang kontradiktif. "Salah satunya, Pemerintah masih menoleransi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara," kata Fahmy dalam wawancara di Yogyakarta.
Fahmy menambahkan bahwa ketergantungan pada batu bara dan kebijakan yang tidak konsisten ini cukup menyulitkan upaya percepatan transisi energi. "Kebijakan yang plin-plan membuat investor energi terbarukan menjadi ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia," ujarnya.
IRENA mengingatkan Indonesia untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam memanfaatkan kekayaan sumber daya energi terbarukan, agar tidak tertinggal dari negara-negara tetangga yang lebih cepat beralih ke energi bersih. Transisi ini tidak hanya penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi juga untuk mewujudkan ketahanan dan keterjangkauan energi.
Dalam konteks global, mendorong transisi energi bukan hanya soal mengurangi emisi karbon. Ini tentang memastikan bahwa negara-negara dapat memenuhi permintaan energi yang terus meningkat dengan cara yang berkelanjutan dan berkeadilan. Infrastruktur energi terbarukan di Indonesia juga dapat menciptakan sejumlah peluang ekonomi baru, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga peningkatan daya saing internasional.
Di sisi lain, kehadiran energi terbarukan di Indonesia masih membutuhkan dukungan regulasi dan kebijakan yang kuat dari pemerintah. Dukungan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk insentif untuk investor, kemudahan perizinan proyek, dan pemangkasan birokrasi yang menghambat pengembangan sektor energi terbarukan.
Ke depan, Indonesia harus bergerak cepat dan tegas dalam mengimplementasikan strategi transisi energi. Dengan komitmen yang kuat, dukungan kebijakan yang tepat, dan pemanfaatan teknologi mutakhir, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam upaya global mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memastikan masa depan energi yang berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat menjadi kunci utama. Dengan menggabungkan kekuatan, Indonesia dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk mencapai masa depan yang lebih cerah dalam sektor energi. Hal ini tentunya sejalan dengan aspirasi global dalam mewujudkan kehidupan yang lebih ekologis dan seimbang.