Properti

Potret Krisis: Lahan Pertanian Tergerus Pertumbuhan Properti di Indonesia

Potret Krisis: Lahan Pertanian Tergerus Pertumbuhan Properti di Indonesia
Potret Krisis: Lahan Pertanian Tergerus Pertumbuhan Properti di Indonesia

Pertumbuhan sektor properti di Indonesia kini menghadirkan dilema serius bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hunian, kawasan industri, dan infrastruktur modern, lahan pertanian produktif justru semakin tergerus. Fenomena ini tidak hanya mengancam produktivitas pertanian, tetapi juga berpotensi melemahkan ketahanan pangan yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan betapa kritisnya isu ini. Mayoritas petani Indonesia, sekitar 15,89 juta orang, hanya memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar. Jumlah ini mengindikasikan betapa terbatasnya kapasitas produksi mereka. Selain itu, 4,34 juta petani lainnya memiliki lahan seluas 0,5-0,99 hektar, sedangkan sebanyak 3,81 juta petani mengelola lahan sebesar 1-1,99 hektar. Hanya 1,5 juta petani yang tercatat memiliki lahan sebesar 2-2,99 hektar.

Kondisi ini diperparah oleh masifnya pertumbuhan sektor properti yang mengincar lahan pertanian sebagai target pengembangan. Salah satu contohnya dapat dilihat di kawasan Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (12/1/2025). Di sana, pembangunan kawasan properti secara signifikan menggerus lahan pertanian yang sebelumnya menjadi sumber penghidupan bagi banyak petani.

Dampak dari alih fungsi lahan ini tidak bisa disepelekan. Menghilangnya lahan pertanian produktif bisa menurunkan pasokan bahan pangan dalam negeri dan meningkatkan ketergantungan Indonesia pada impor pangan. Kondisi ini akan berdampak pada inflasi harga pangan dan mengancam kesejahteraan jutaan warga yang bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama.

Para ahli pertanian dan ekonomi memperingatkan bahwa tren ini, bila dibiarkan berlanjut, bisa mendatangkan krisis yang lebih parah di masa depan. "Jika kita terus kehilangan lahan pertanian karena pembangunan properti, kita harus bersiap menghadapi krisis pangan yang akan datang. Pemerintah harus mencari keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan preservasi lahan pertanian," ujar Dr. Irwan Setiawan, seorang pakar pertanian dari Universitas Indonesia.

Masalah ini juga menuai perhatian dari kelompok aktivis lingkungan yang berpendapat bahwa penyusutan lahan pertanian bukan hanya persoalan ekonomi namun juga lingkungan dan sosial. Mereka menekankan pentingnya keberlanjutan dalam setiap kebijakan pembangunan.

Dalam konteks ini, peran pemerintah pusat dan daerah sangat krusial. Beberapa kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain adalah memperketat regulasi terkait alih fungsi lahan dan mendorong pengembangan properti di lahan-lahan yang kurang produktif atau tidak terpakai. Selain itu, upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian di lahan yang tersisa juga harus menjadi prioritas agar ketahanan pangan tetap terjaga.

Berbagai upaya inovatif sebenarnya juga bisa dijalankan, seperti pemanfaatan teknologi pertanian modern dan intensifikasi lahan eksisting melalui metode tanam yang lebih efisien dan berkelanjutan. Pemerintah dan pihak swasta perlu bekerja sama dalam menawarkan program pelatihan dan pemberdayaan kepada para petani agar mereka dapat meningkatkan hasil panennya meskipun dengan lahan yang terbatas.

Kesadaran kolektif atas masalah ini juga perlu ditingkatkan melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam mendukung kebijakan pelestarian lahan pertanian. Salah satunya adalah dengan memilih produk pangan lokal dan organik yang mendukung keberlanjutan serta memprioritaskan kebutuhan pangan di atas perkembangan properti.

Di tengah dinamika ekonomi nasional, keseimbangan antara pembangunan properti dan pelestarian lahan pertanian harus menjadi fokus utama. Indonesia tidak bisa mengorbankan salah satu unsur demi pertumbuhan sementara yang dapat mengancam kelangsungan hidup jutaan penduduknya di masa depan.

Sebagai langkah awal, dialog terbuka di antara semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengembang properti, petani, serta kelompok masyarakat sipil, sangat diperlukan untuk menghasilkan solusi berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan agar ketahanan pangan Indonesia tetap kokoh dan selaras dengan laju pertumbuhan ekonominya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index