Jakarta - Kredit menganggur atau _undisbursed loan_ mencatatkan jumlah yang masih signifikan di tahun 2024, menunjukkan kondisi di mana para pengusaha memilih menahan diri untuk memanfaatkan fasilitas kredit yang telah disetujui oleh perbankan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Oktober 2024, kredit menganggur pada Bank Umum mengalami peningkatan sebesar 4,39% menjadi Rp 2.183,99 triliun secara tahunan (yoy), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2.092,12 triliun. Selain itu, secara bulanan (mtm) juga meningkat sebesar 1,90% dari periode September 2024 yang mencapai Rp2.143,18 triliun.
Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, mengungkapkan bahwa kredit menganggur masih tumbuh karena berbagai faktor, termasuk ketidakpastian ekonomi global yang berimbas pada permintaan kredit produktif maupun konsumtif. "Selain itu, proyek-proyek infrastruktur yang terkesan berjalan lambat akibat penyesuaian prioritas pemerintah turut memperbesar porsi kredit yang belum dicairkan," ujar Arianto, yang biasa dikenal dengan panggilan Didiet, Jumat, 17 Januari 2025.
Bank di Indonesia juga mengalami peningkatan dalam _undisbursed loan_ meskipun pertumbuhan penyaluran kredit umum meningkat. Contohnya, PT Bank CIMB Niaga Tbk mencatat total kredit menganggur meningkat 14,05% menjadi Rp 110,81 triliun per November 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 97,16 triliun. Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengkonfirmasi tren tersebut dan menyatakan bahwa biasanya perusahaan akan mulai memanfaatkan fasilitas tersebut di kuartal kedua dan pertengahan tahun. "Kredit menganggur di CIMB Niaga juga terlihat rata di semua sektor," jelas Lani.
Adapun PT Bank Central Asia Tbk (BCA) turut mengalami kondisi serupa. Kredit menganggur BCA mencapai Rp 394,21 triliun pada November 2024, naik 1,09% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 387,97 triliun. EVP Corporate and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, menegaskan komitmen BCA untuk menyalurkan kredit secara prudent, "BCA juga berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko disiplin," katanya.
Di sisi lain, sektor-sektor seperti properti, infrastruktur, dan manufaktur menjadi kontributor signifikan terhadap besarnya kredit menganggur. Sektor properti menghadapi hambatan daya beli masyarakat yang rendah dan backlog perumahan yang tinggi. Infrastruktur sering terhambat oleh masalah teknis seperti pembebasan lahan dan investasi swasta, sementara manufaktur terpengaruh oleh rendahnya permintaan pasar global.
Tidak hanya bank besar, bank daerah seperti Bank Jatim juga mencatatkan peningkatan kredit menganggur. Pada November 2024, kredit menganggur Bank Jatim mencapai Rp 3,77 triliun, naik 1,80% yoy dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,73 triliun. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, menjelaskan, "Hal ini terjadi karena penurunan inflasi di bulan November 2024 di angka 1,55%. Penurunan inflasi ini menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan, penurunan daya beli, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat," paparnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Didiet menyarankan agar bank fokus mendorong kredit ke sektor yang memiliki potensi pertumbuhan seperti manufaktur, pertanian, dan logistik. Inovasi kredit mikro berbasis digital, kolaborasi dengan perusahaan fintech, serta program stimulus dari pemerintah juga direkomendasikan sebagai strategi untuk mempercepat pencairan kredit. "Penurunan suku bunga kredit juga menjadi peluang untuk menarik minat debitur di berbagai sektor," tambahnya.
Secara keseluruhan, meski _undisbursed loan_ masih tinggi, Bank Jatim dan bank-bank lainnya berpeluang meningkatkan pemanfaatan fasilitas kredit dengan stabilitas makroekonomi yang menguntungkan. Menyesuaikan portofolio publikasi untuk mendukung pertumbuhan melalui berbagai sektor dapat menjadi solusi efektif untuk memperkuat peran perbankan dalam perekonomian nasional.