Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, cita-cita menuju Net Zero Carbon Emissions telah menjadi dorongan utama dalam kebijakan global, khususnya melalui pembiayaan berkelanjutan. Namun, popularitas dan ketahanan upaya ini mengalami guncangan baru-baru ini, terutama di Amerika Serikat (AS).
Hal ini terlihat dari keluarnya beberapa bank besar AS dari Net-Zero Banking Alliance (NZBA), mencerminkan perubahan arah signifikan dalam kebijakan keuangan iklim negara tersebut, Rabu, 8 Januari 2025.
JPMorgan Chase, bank terbesar di AS, menjadi bank terakhir yang keluar dari aliansi keuangan iklim terbesar di industri ini, mengikuti langkah yang telah diambil oleh Citigroup, Bank of America (BOA), Goldman Sachs, dan Wells Fargo. Keputusan ini sejalan dengan kembalinya Donald Trump ke posisi Presiden AS, dengan kebijakan yang cenderung mendukung pendanaan untuk industri berbahan bakar fosil, menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global terkait komitmen pilantropi ramah lingkungan.
Berbeda situasinya di Indonesia, di mana kesadaran akan transisi ke energi berkelanjutan tetap tinggi. Bank-bank di Indonesia menunjukkan konsistensinya dalam meningkatkan portofolio kredit yang bertujuan menjadikan negara ini beralih menuju nol emisi karbon. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi contoh menonjol dari komitmen tersebut, dengan portofolio pembiayaan hijau terbesar di Indonesia pada kuartal III-2024, mencapai Rp 142 triliun, mengalami peningkatan 16,39% secara tahun ke tahun (YoY).
Portofolio Bank Mandiri dalam sektor energi terbarukan mencapai Rp 10 triliun, meningkat sebesar 6,1% YoY. Sementara itu, kredit untuk sektor energi tidak terbarukan terus menurun, dari Rp 24 triliun pada September 2023 menjadi Rp 20 triliun pada September 2024.
Alexandra Askandar, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan bahwa bank tersebut terus berkomitmen untuk meningkatkan pembiayaan di sektor energi terbarukan. “Langkah ini sejalan dengan rencana jangka panjang yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060,” ungkapnya.
Selain itu, Bank Mandiri juga terus mengincar proyek-proyek terkait kendaraan rendah emisi. Di sektor korporasi, bank ini telah memberikan kredit sebesar Rp 7,2 triliun untuk Transportasi Ramah Lingkungan, meningkat 94,6% YoY. Sementara itu, penyaluran kredit ritel untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) hingga September 2024 mencapai Rp 673 miliar, meningkat 129,9% YoY. "Hal ini selaras dengan minat kendaraan listrik yang semakin besar serta awareness masyarakat yang mulai meningkat terkait dengan energi bersih," ujar Alexandra.
Bank Mandiri tidak berhenti sampai di situ, dengan aktif mendukung pengembangan ekosistem mobil listrik dari hulu ke hilir, termasuk membiayai sektor otomotif dan energi terbarukan. "Pembiayaan ekosistem mobil listrik mendorong penciptaan mobilitas rendah karbon dan membangun kemampuan manufaktur lokal untuk kendaraan listrik dan sarana penunjangnya," jelas Alexandra.
Freddy Iwan S. Tambunan, Senior Vice President Bank Mandiri, juga menyatakan fokus pada sektor tambang yang termasuk dalam energi terbarukan, seperti nikel. "Dengan cadangan nikel kita yang mencapai 45% cadangan global, maka pembiayaan di sektor nikel ini membawa harapan bagi kami di sektor perbankan," ungkap Freddy.
Bank lain juga menunjukkan komitmen terhadap pembiayaan hijau. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) berhasil meningkatkan portofolio kredit hijau sebesar 8,75% YoY menjadi Rp 87 triliun, sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) meningkat 3,6% YoY menjadi Rp 83,3 triliun.
Regulator juga memainkan peran penting dalam mendukung komitmen perbankan terhadap Net Zero Carbon Emissions. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan. Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menyatakan, "Sebagai regulator di sektor jasa keuangan, kami memiliki peran strategis untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dengan mempertimbangkan kesiapan industri itu sendiri."
Dia menambahkan bahwa OJK menggunakan pendekatan holistik dalam menyusun kebijakan keuangan berkelanjutan, yang mencakup berbagai aspek, termasuk perubahan iklim. “TKBI menerapkan keseimbangan antara prinsip interoperabilitas dengan upaya transisi menuju net zero emission,” jelas Mahendra.
Di tengah perubahan kebijakan iklim global, komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Carbon Emissions tetap kuat, didukung oleh peran perbankan nasional dan regulator. Langkah-langkah ini penting dalam upaya global untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.