Minyak

Harga CPO Terus Tertekan, Dipengaruhi Penurunan Minyak Kedelai dan Minyak Mentah

Harga CPO Terus Tertekan, Dipengaruhi Penurunan Minyak Kedelai dan Minyak Mentah
Harga CPO Terus Tertekan, Dipengaruhi Penurunan Minyak Kedelai dan Minyak Mentah

Harga Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) semakin tertekan pada Kamis, 16 Januari 2025, mengikuti tren penurunan harga minyak kedelai serta minyak mentah yang telah mempengaruhi pasar komoditas global. Analis dan pelaku pasar melihat kondisi ini sebagai indikasi penurunan permintaan yang lebih luas dalam industri minyak nabati.

Berdasarkan data penutupan di BMD pada hari Kamis tersebut, kontrak berjangka CPO untuk Februari 2025 mengalami penurunan sebesar 41 Ringgit Malaysia, menjadi 4.471 Ringgit Malaysia per ton. Tren serupa juga dialami oleh kontrak berjangka untuk bulan-bulan berikutnya. Kontrak CPO untuk Maret 2025 turun sebanyak 69 Ringgit Malaysia menjadi 4.298 Ringgit Malaysia per ton, sementara kontrak April 2025 terkoreksi 82 Ringgit Malaysia, hingga mencapai 4.186 Ringgit Malaysia per ton.

Kemerosotan harga tak berhenti di situ. Kontrak berjangka CPO untuk Mei 2025 mengendur hingga 87 Ringgit Malaysia, berakhir pada level 4.099 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak untuk bulan Juni dan Juli 2025 juga menunjukkan pelemahan masing-masing sebesar 85 dan 72 Ringgit Malaysia, mencatat harga penutupan di 4.051 dan 4.036 Ringgit Malaysia per ton.

Dalam pernyataannya kepada media, David Ng, seorang pedagang minyak sawit berpengalaman, menjelaskan kondisi pasar saat ini. "Kami melihat harga CPO sedang mendekati support level 4.100 Ringgit Malaysia per ton, sementara resistance di level 4.350 Ringgit Malaysia per ton," kata Ng. Pada saat yang sama, ia menyoroti rendahnya volume ekspor sebagai salah satu faktor utama penurunan tersebut. Sentimen negatif ini, menurutnya, tidak hanya terjadi di Malaysia, tetapi juga di pasar minyak sawit global lainnya.

Pengaruh Pasar Global dan Regional

Kepala Penelitian Komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, turut menyoroti dampak dinamika pasar minyak nabati di negara besar seperti China dan India terhadap harga CPO. Menurut Bagani, harga minyak rapeseed di China yang diperdagangkan jauh lebih rendah turut memberikan tekanan tambahan pada harga CPO. Selain itu, minimnya permintaan baru dari negara tujuan ekspor utama seperti India, China, dan Uni Eropa turut membebani harga CPO di bursa Malaysia.

Bagani juga menyinggung potensi revisi lebih rendah atas tarif ekspor di Indonesia pada Februari mendatang. Langkah ini, jelasnya, dapat menjadi respons terhadap penurunan harga sawit baru-baru ini. "Penurunan permintaan dan potensi revisi tarif ekspor kemungkinan besar dapat menyebabkan penurunan signifikan pada harga referensi minyak sawit," ujarnya, memberikan pandangan lebih jauh mengenai dampak yang bisa terjadi di pasar regional dan internasional.

Kompleksitas Pasar dan Faktor Teknis

Minyak kelapa sawit tidak hanya bersaing dengan minyak kedelai, tetapi juga dengan minyak rapeseed dan minyak mentah di pasar global. Contoh rivalitas ini terlihat ketika harga minyak kedelai, salah satu kompetitor terbesar CPO, turut turun, sehingga mempengaruhi harga CPO secara langsung. Minyak kelapa sawit sering digunakan sebagai bahan substitusi minyak kedelai dalam berbagai aplikasi industri, sehingga harga kedelai yang lebih rendah dapat menurunkan permintaan terhadap CPO.

Selain itu, harga minyak mentah yang menurun juga memberi tekanan pada minyak sawit, terutama karena industri biodiesel yang menggunakan CPO sebagai bahan baku menghadapi persaingan dengan bahan bakar fosil yang lebih murah. Kondisi ini menambah kerumitan di pasar CPO, yang sudah terpengaruh oleh fluktuasi permintaan dari sektor makanan dan energi.

Dampak Terhadap Ekosistem Industri Sawit

Tren penurunan harga ini tentu membawa dampak signifikan bagi produsen sawit dan ekonomi negara penghasil utama seperti Malaysia dan Indonesia. Ketidakpastian di pasar internasional dapat menggoyahkan stabilitas industri yang menjadi andalan ekonomi kedua negara ini. Pabrik pengolahan dan petani sawit mungkin harus mengatur ulang strategi mereka demi menyesuaikan dengan kondisi pasar yang terus berubah.

Bukan hanya berdampak pada produsen besar, petani kecil juga merasakan efek dari penurunan harga CPO. Harga tandan buah segar (TBS) sawit mereka berpotensi menurun seiring dengan penurunan harga CPO di pasar global. Hal ini tentunya akan mempengaruhi pendapatan mereka secara signifikan.

Namun, terdapat secercah harapan dengan adanya inisiatif yang mendorong peningkatan penggunaan CPO dalam program biodiesel, seperti Biodiesel B40, yang dapat membantu menyerap kelebihan pasokan dan mendukung harga CPO. Meski begitu, keberhasilan program ini sangat bergantung pada perkembangan harga bahan bakar cair, pengaturan kebijakan energi, dan dinamika pasar internasional lainnya.

Dengan kompleksitas yang ada, semua pelaku di industri ini diharapkan bisa tetap waspada dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan cepat yang terjadi di pasar global. Sebuah kolaborasi erat antara pemangku kepentingan, memastikan kebijakan yang lebih adaptif dan inovatif, dapat menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan pasar CPO di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index