Batubara

PBNU Targetkan Produksi Batu Bara Perdana di 2025, Kolaborasi dengan Investor Swasta

PBNU Targetkan Produksi Batu Bara Perdana di 2025, Kolaborasi dengan Investor Swasta
PBNU Targetkan Produksi Batu Bara Perdana di 2025, Kolaborasi dengan Investor Swasta

JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menargetkan untuk memulai produksi batu bara dari lahan tambang eks perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik Bakrie Grup, PT Kaltim Prima Coal (KPC), pada pertengahan tahun 2025. Inisiatif ini menegaskan langkah strategis PBNU untuk terlibat lebih dalam sektor energi, berkolaborasi dengan investor swasta guna mengoptimalkan potensi lahan tambang ini.

Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah berada di tahap awal produksi. Diharapkan, pertengahan hingga akhir tahun 2025 dapat menjadi momentum bagi lahan eks PKP2B tersebut untuk mulai berproduksi.

“Kita sekarang dalam proses menuju kepada produksi awal. Insya Allah, pertengahan menjelang akhir tahun kita produksi. Tapi tahun ini, Insya Allah, kita sudah optimistis, sudah bisa produksi,” ungkap Ulil saat ditemui di Gedung DPR Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.

Untuk menggarap proyek tambang ini, PBNU menggandeng perusahaan swasta nasional sebagai mitra investor. Kolaborasi ini dilakukan melalui pendirian Perseroan Terbatas (PT), yang sahamnya dimiliki oleh koperasi, namun juga melibatkan pemangku kepentingan lainnya.

“Kita sekarang sudah ada Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik NU, yang sahamnya dimiliki oleh koperasi tapi juga ada pemilik yang lain. Kita menggandeng investor dari pihak lain, dalam negeri sebetulnya, sudah ada,” jelas Ulil. Meskipun demikian, Ulil belum dapat mengungkapkan identitas perusahaan swasta yang bergabung dengan NU dalam proyek ini.

“Kita bekerjasama dengan swasta dalam negeri. Dan ya, sekarang tinggal mengikuti prosesnya saja, karena ada beberapa syarat-syarat yang memang ketat sekali, yang harus kita penuhi ya,” tambahnya.

Kendati demikian, masih terdapat hambatan soal Harga Kompensasi Data Informasi (KDI) yang harus dibayarkan untuk mengakses data dan informasi terkait pertambangan. Biaya yang cukup besar ini sedang dalam tahap negosiasi dengan pihak pemerintah.

“Ini kan kontribusi dalam bentuk uang yang jumlahnya besar yang harus kita bayar kepada pemerintah dan itu sedang kita negosiasikan karena kontribusinya jumlahnya besar. Kalau bisa dibayar secara mencicil,” jelasnya.

Perlu diketahui, Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan pertama yang menerima lahan tambang eks PKP2B dari pemerintah. Lahan bekas tambang KPC yang diterima NU mencapai luas 26.000 hektare. Ini menjadi momentum penting bagi ormas untuk memperluas perannya dalam pengembangan ekonomi melalui sektor energi.

PT Kaltim Prima Coal (KPC), sebagai salah satu entitas tambang batu bara terbesar di Indonesia, merupakan bagian dari PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), yang saat ini di bawah kendali Grup Bakrie dan Grup Salim. Keputusan pemerintah untuk memberikan lahan eks PKP2B ini kepada NU merupakan langkah signifikan dalam melibatkan organisasi masyarakat (ormas) dalam pengelolaan sumber daya alam.

Peluang Kolaborasi dan Tantangan Ke Depan

Melibatkan ormas dalam pengelolaan tambang bukanlah tanpa tantangan. Meskipun ini memberikan kesempatan kepada PBNU untuk terlibat dalam pengembangan ekonomi yang lebih luas, ada banyak aspek teknis dan regulasi yang harus dipenuhi. Proses perizinan yang ketat dan keterlibatan dengan berbagai pemangku kepentingan merupakan bagian dari tantangan yang harus dihadapi.

Namun, dengan dukungan dari investor swasta nasional, PBNU optimistis bisa menghadapi tantangan tersebut. Kerjasama ini diharapkan tidak hanya mempercepat proses produksi, tetapi juga memastikan bahwa operasi tambang dijalankan dengan mematuhi standar lingkungan dan regulasi yang berlaku.

Pandangan Pakar dan Harapan

Proyek ambisius ini telah mengundang perhatian dari berbagai kalangan, termasuk para pakar di bidang ekonomi dan energi. Beberapa menyatakan dukungannya terhadap langkah PBNU ini, dengan harapan dapat membawa manfaat ekonomi tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi masyarakat luas.

Dalam konteks yang lebih luas, keterlibatan PBNU dalam sektor ini diharapkan dapat menginspirasi organisasi lain untuk memanfaatkan peluang serupa, mengingat besarnya potensi sumber daya alam di Indonesia yang masih belum tergarap secara optimal.

Seiring dengan perkembangan ini, publik pun menunggu realisasi dari rencana ambisius PBNU ini. Jika berhasil, hal ini akan meneguhkan posisi NU sebagai pionir di kalangan organisasi masyarakat dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan bangsa.

Dengan segala kemajuan dan tantangan yang ada, target PBNU untuk memulai produksi batu bara pada tahun 2025 menjadi salah satu agenda penting yang patut ditunggu perkembangannya. Memanfaatkan lahan seluas 26.000 hektare dengan bijak tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi NU sendiri tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat dan negara untuk meraih manfaatnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index