KUR

Pemerintah Berikan Relaksasi KUR Hingga Tiga Tahun Bagi Debitur Terdampak Bencana

Pemerintah Berikan Relaksasi KUR Hingga Tiga Tahun Bagi Debitur Terdampak Bencana
Pemerintah Berikan Relaksasi KUR Hingga Tiga Tahun Bagi Debitur Terdampak Bencana

JAKARTA - Pemerintah resmi memberikan relaksasi kewajiban Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga tiga tahun bagi pelaku usaha yang terdampak bencana banjir di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. 

Kebijakan ini diambil sebagai bentuk perlindungan dan dukungan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang menghadapi risiko kehilangan pendapatan akibat bencana.

Pada fase pertama, relaksasi berlangsung sejak Desember 2025 hingga Maret 2026, di mana debitur KUR tidak diwajibkan membayar angsuran. 

Hal ini memungkinkan para pelaku usaha terdampak memiliki waktu untuk menata kembali usaha mereka tanpa terbebani kewajiban finansial dalam periode awal pasca-bencana.

Langkah ini juga menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga keberlangsungan sektor UMKM, sekaligus memperkuat stabilitas ekonomi lokal. Dengan relaksasi tersebut, diharapkan arus kas debitur dapat lebih stabil, sehingga risiko gagal bayar berkurang dan usaha bisa segera pulih.

Dampak Positif bagi Perusahaan Penjaminan

Terkait kebijakan ini, Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) menilai relaksasi KUR berdampak positif bagi perusahaan penjaminan. Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi, menyatakan bahwa pihak yang terkait tidak dapat mengajukan klaim hingga Maret 2026. 

“Hal itu dapat menunda atau mengurangi beban yang mungkin timbul, serta memengaruhi arus kas dan laba perusahaan penjaminan, terutama jika banyak debitur yang terkena dampak tersebut,” ujarnya.

Meskipun demikian, Agus menekankan bahwa tidak semua perusahaan penjaminan terdampak bencana secara langsung. Pengaruh kebijakan ini terutama dirasakan oleh perusahaan yang memiliki skala usaha nasional serta beberapa Jamkrida yang beroperasi di wilayah terdampak. 

Kebijakan relaksasi ini memungkinkan perusahaan penjaminan untuk menyusun strategi pengelolaan klaim dan risiko lebih matang, sehingga tetap dapat menjaga stabilitas finansial.

Selain itu, perusahaan penjaminan diharapkan menyederhanakan proses klaim, memperkuat komunikasi dengan nasabah, dan berkoordinasi dengan reasuradur atau institusi terkait untuk memantau situasi yang sedang berlangsung. 

Agus juga menekankan pentingnya menyampaikan laporan perkembangan penanganan klaim secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Estimasi Dampak Bencana dan Penanganan KUR

Agus menjelaskan bahwa kontribusi bisnis industri penjaminan di Sumatra belum memiliki data spesifik. Namun, diperkirakan industri penjaminan telah terdampak bencana banjir dengan estimasi klaim penjaminan dan asuransi mencapai ratusan miliar rupiah. 

Situasi ini menunjukkan bahwa bencana memberikan tekanan signifikan terhadap likuiditas dan operasional perusahaan penjaminan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa kebijakan relaksasi KUR merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto dan telah dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna. 

OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) untuk melanjutkan proses restrukturisasi KUR dengan masa relaksasi hingga tiga tahun.

Selain POJK, pemerintah juga mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) khusus yang mengatur penanganan KUR di tiga provinsi terdampak. Tujuannya adalah memberikan kepastian hukum bagi debitur, penyalur, dan lembaga penjaminan, sehingga proses pemulihan usaha dapat berjalan lancar dan terstruktur.

Skema Relaksasi dan Fase Kedua

Pada fase pertama relaksasi, yang berlangsung sejak Desember 2025 hingga Maret 2026, debitur KUR tidak diwajibkan membayar angsuran. 

Selama periode ini, penyalur KUR tidak menerima angsuran dan lembaga penjamin maupun asuransi juga tidak mengajukan klaim. Kebijakan ini memberikan waktu bagi debitur untuk menata kembali usaha mereka pasca-bencana.

Memasuki fase kedua, relaksasi difokuskan pada debitur KUR eksisting. Bagi debitur yang usahanya sama sekali tidak dapat dilanjutkan akibat bencana, pemerintah membuka opsi relaksasi lanjutan hingga potensi penghapusan kewajiban. 

Sementara bagi debitur yang masih dapat melanjutkan usaha, relaksasi diberikan melalui perpanjangan tenor kredit atau penambahan plafon kredit.

Selain itu, pemerintah menyiapkan subsidi bunga dan subsidi margin bagi debitur KUR. Untuk debitur eksisting, subsidi bunga ditetapkan sebesar 0% pada 2026 dan 3% pada 2027. 

Skema serupa berlaku bagi debitur KUR baru, sebelum kembali normal sebesar 6% pada tahun-tahun berikutnya. Strategi ini memastikan dukungan finansial lebih ringan sehingga debitur bisa fokus pada pemulihan usaha tanpa terbebani bunga tinggi.

Kolaborasi Lintas Sektor dalam Penanganan Bencana

Kebijakan relaksasi KUR ini menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah, lembaga penjaminan, dan penyalur kredit. Dengan dukungan regulasi dari POJK dan PP, proses restrukturisasi KUR dapat dijalankan secara lebih efisien dan tepat sasaran.

Asippindo menekankan perlunya monitoring berkala dan komunikasi intensif dengan nasabah, sekaligus berkoordinasi dengan reasuradur. Hal ini bertujuan memastikan klaim dan bantuan dapat disalurkan secara tepat waktu dan sesuai kebutuhan. 

Dukungan fiskal dan regulasi ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi lokal di provinsi terdampak.

Kebijakan relaksasi KUR bukan hanya bentuk perlindungan bagi debitur, tetapi juga langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri penjaminan dan sektor UMKM. 

Dengan koordinasi yang baik, diharapkan para pelaku usaha dapat kembali beroperasi, menjaga arus kas perusahaan penjaminan, dan meminimalisir kerugian akibat bencana alam.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index