Kasus Kredit Jumbo Bermasalah BNI: Sorotan Pada Dugaan Kredit Fiktif Senilai Rp 600 Miliar Kepada PT MTH Corp

Selasa, 14 Januari 2025 | 13:45:50 WIB
Kasus Kredit Jumbo Bermasalah BNI: Sorotan Pada Dugaan Kredit Fiktif Senilai Rp 600 Miliar Kepada PT MTH Corp

Jakarta - Bank Negara Indonesia (BNI), salah satu lembaga keuangan milik negara yang memiliki sejarah panjang dan penting di Indonesia, kini menjadi pusat perhatian publik dan lembaga antikorupsi nasional. Kasus kredit jumbo yang diduga bermasalah senilai Rp 600 miliar telah menyeret nama BNI dan PT MTH Corp ke dalam isu yang sangat serius, memicu desakan dari berbagai pihak untuk melakukan investigasi mendalam.

Kredit besar ini diberikan kepada PT MTH Corp, perusahaan yang dikelola oleh Michael Timothy. Pemberian kredit tersebut kini tengah menjadi objek investigasi berbagai pihak karena terindikasi sebagai kredit fiktif. Lembaga Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) secara resmi telah mendesak Kejaksaan Agung serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut tuntas kasus ini, Selasa, 14 Januari 2025.

Ketua Umum KAKI, Arifin Nur Cahyono, mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini diambil mengingat sejarah Bank BNI yang didirikan oleh kakek Presiden Prabowo, sehingga dianggap memiliki keterkaitan historis yang mengundang perhatian luas.

Kasus mencuat ketika pada tahun 2021, PT MTH Corp menjalin kerja sama dengan KoinWorks, sebuah platform peer-to-peer lending. Dalam kemitraan tersebut, PT MTH Corp diketahui mengajukan pinjaman sebesar Rp 330 miliar dengan menggunakan data 279 kartu tanda penduduk (KTP). Bersamaan dengan itu, terdapat tambahan pinjaman bilateral yang disalurkan sebesar Rp 35 miliar. Total dana yang dipermasalahkan mencapai Rp 365 miliar.

BNI, yang juga terlibat dalam kerja sama dengan KoinWorks melalui produk Neo Card, ternyata turut memberikan kredit jumbo senilai Rp 600 miliar kepada PT MTH Corp. KAKI menyoroti bahwa pengucuran dana besar ini dilakukan tanpa prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.

"PT MTH Corp bukanlah debitur yang layak mendapatkan kredit jumbo, meskipun BNI mengklaim adanya agunan yang mencukupi," demikian pernyataan Arifin, dalam keterangan pers yang disampaikan pada Selasa (14/1/2025). Arifin menambahkan bahwa pinjaman ini memiliki indikasi kuat sebagai kredit fraud, sebuah skema penipuan dengan berbagai kecurangan termasuk kredit dan agunan fiktif.

Dalam laporan yang beredar, sebelum menjadi debitur BNI, PT MTH Corp telah terdaftar sebagai debitur di Bank BCA dengan potensi kredit macet. Ada dugaan bahwa pengalihan kredit tersebut melibatkan suatu kesepakatan di belakang layar antara PT MTH Corp dengan para pengambil keputusan di BNI, bahkan hingga level direksi dan komisaris.

Lebih lanjut, pembayaran angsuran dari PT MTH Corp kepada BNI diduga kuat berasal dari pinjaman lain yang diperoleh dari KoinWorks, bukan dari kegiatan usaha aktual seperti yang diharapkan. Hal ini telah menyebabkan kredit yang diberikan BNI masuk dalam kategori macet, yang mengakibatkan kerugian besar bagi pemegang saham BNI serta negara.

KAKI berencana melaporkan temuan dan dugaan kuat ini ke beberapa lembaga negara termasuk Kejaksaan Agung, KPK, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Lembaga ini juga mendesak DPR untuk segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP) guna membahas dugaan kredit fiktif yang meresahkan ini.

"Kami meminta agar Dirut, direksi pemberi kredit, dan komisaris BNI diperiksa secara menyeluruh. Kasus ini tidak hanya merugikan BNI, tetapi juga mencoreng kredibilitas lembaga keuangan negara," tegas Arifin, memberi penekanan pada pentingnya penyelidikan yang menyeluruh dan transparan.

Kasus ini menambah panjang daftar skandal kredit bermasalah di sektor perbankan nasional. Dengan adanya langkah hukum dan pengawasan yang lebih intensif dari publik, diharapkan agar kasus ini bisa diusut tuntas. Upaya ini penting untuk menjaga integritas lembaga keuangan serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank milik pemerintah. Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi otoritas terkait untuk memastikan bahwa tidak ada lagi celah bagi tindak korupsi dan manipulasi yang merugikan keuangan negara.

Terkini