Nasib layanan transportasi umum di berbagai kota terancam mengalami kemacetan serius menyusul pengurangan subsidi program buy the service (BTS) oleh pemerintah pusat. Kondisi ini memicu desakan agar Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah segera mencari solusi pembiayaan yang berkelanjutan guna menjaga keberlanjutan layanan vital ini.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah. "Kami berharap Kementerian Perhubungan segera duduk bersama dengan pemerintah daerah untuk memastikan layanan bus Program BTS di sejumlah kota tetap berjalan. Selama ini kehadiran bus BTS telah banyak membantu masyarakat untuk tetap menggunakan layanan transportasi umum yang murah, nyaman, dan aman," ujarnya pada Kamis, 16 Januari 2025.
Pada kenyataannya, sejumlah pemerintah daerah telah menyampaikan ketidakmampuan mereka melanjutkan pembiayaan layanan bus berbasis program BTS. Dampaknya cukup signifikan, dengan beberapa layanan bus umum seperti Biskita Trans Pakuan di Bogor berhenti beroperasi, Batik Solo Trans mengurangi jam layanannya, sementara Trans Jogja dan Trans Metro Dewata di Denpasar juga menghentikan operasional mereka.
Syaiful Huda mengingatkan bahwa terhentinya layanan transportasi umum berbasis BTS bisa memberikan dampak besar bagi mobilitas warga. "Selain itu, kampanye pemerintah agar masyarakat beralih ke transportasi umum untuk menekan polusi udara akan kembali ke titik nol. Layanan BTS di berbagai kota dalam beberapa tahun terakhir menjadi andalan warga. Jika kemudian tiba-tiba terhenti, masyarakat akan kembali menggunakan kendaraan pribadi atau beralih ke ojek online yang jauh lebih mahal," tuturnya.
Pada tahun lalu, program BTS diimplementasikan di 46 koridor yang tersebar di berbagai kota termasuk Kota Medan, Palembang, Bandung, Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar. Pemerintah saat itu menggelontorkan subsidi dari APBN sebesar Rp437,8 miliar. Namun, tahun ini subsidi yang dialokasikan pemerintah pusat mengalami penurunan drastis menjadi Rp177 miliar hanya untuk 12 koridor saja.
Politisi PKB ini menyayangkan kurangnya inovasi dari sejumlah pemerintah daerah dalam menggandeng pihak ketiga untuk mempertahankan operasional bus BTS. Berdasarkan nota kesepahaman antara Pemda dan Kemenhub, tahun ini Pemda seharusnya bisa lebih mandiri dalam mengelola bus program BTS. "Seharusnya Pemda bisa lebih inovatif untuk menggandeng swasta atau merancang skema pembiayaan lain agar operasional bus BTS ini bisa tetap berjalan sehingga layanan ke masyarakat tidak terganggu," tegasnya.
Syaiful Huda berharap, terdapat keseriusan dari Kementerian Perhubungan dan Pemda untuk bersama-sama mencari solusi agar layanan BTS di sejumlah kota tetap bertahan. Menurutnya, jika layanan BTS ini terpaksa berhenti, maka yang dirugikan adalah masyarakat luas yang sangat bergantung pada transportasi umum.
Dia juga menyoroti pentingnya integrasi transportasi umum agar bus BTS tidak berkompetisi dengan perusahaan atau koperasi angkutan umum lokal. Jakarta, dengan inisiatif JakLingko-nya, dinilai sebagai model integrasi angkutan umum yang modern, murah, dan nyaman. "Layanan BTS ini juga harus diikuti dengan integrasi transportasi umum sehingga bus BTS tidak bersaing dengan perusahaan atau koperasi angkutan umum lokal. Jakarta dengan JakLingko bisa menjadi model integrasi angkutan umum yang modern, murah, dan nyaman," tutupnya.
Pengurangan subsidi untuk program BTS mendesak perlunya solusi cepat dan inovatif guna menghindari gangguan pada mobilitas publik di kota-kota besar di Indonesia. Pemerintah harus menjamin bahwa kebijakan ini tidak menjadi bencana bagi upaya pengurangan polusi dan peningkatan kualitas transportasi publik di tanah air.